Hakim Nilai Miryam S. Haryani Terbukti Terima Duit e-KTP
Reporter
Arkhelaus Wisnu Triyogo
Editor
Rina Widiastuti
Senin, 13 November 2017 14:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menilai politikus Partai Hanura Miryam S. Haryani terbukti menerima aliran duit proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Hakim menilai bantahan yang disampaikan Miryam dalam persidangan tidak berdasar.
"Bantahan terdakwa tidak memiliki alasan hukum," kata anggota majelis hakim, Anwar, saat membacakan pertimbangan dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 13 November 2017.
Baca: Hakim Nilai Miryam S. Haryani Terbukti Berbohong Ditekan Penyidik
Hakim berpendapat keterangan Miryam berbeda dengan empat saksi lain seperti kesaksian dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto. Selain itu, kesaksian Miryam juga berbeda dengan kesaksian pengusaha Vidi Gunawan dan staf Kementerian Dalam Negeri Yosep Sumartono.
Menurut hakim, keempat saksi membenarkan bahwa Miryam beberapa kali menerima uang. Rinciannya US$ 500 ribu, US$ 100 ribu dan Rp 5 miliar. "Uang diantar oleh Sugiharto ke rumah terdakwa. Uang Rp 1 miliar diserahkan Yosep pada asisten terdakwa," kata Anwar.
Majelis hakim memvonis politikus Partai Hanura itu dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim menilai Miryam telah dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Baca: Miryam S. Haryani Divonis 5 Tahun Penjara
Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, jaksa menuntut agar Miryam mendapatkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Miryam dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seusai persidangan, Miryam S. Haryani kembali membantah ihwal aliran duit e-KTP yang diterimanya. Menurut dia, vonis lima tahun tersebut adalah jerat dari pasal pemberian kesaksian palsu. "Saya dikenakan pasal tunggal, Pasal 22, clear tidak terjadi (pemberian duit). Saksi juga tidak mengatakan begitu," kata Miryam.