Arrmanatha Christiawan Nasir, juru bicara Kementerian Luar Negeri. Tempo/Natalia Santi
TEMPO.CO, Jakarta - Gempa berkekuatan 7,3 skala Richter terjadi di perbatasan Irak-Iran pada Ahad, 12 November 2017. Sedikitnya 61 orang tewas dan 300 orang lainnya luka-luka.
“Sampai saat ini tidak ada info mengenai warga negara Indonesia yang menjadi korban,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, kepada Tempo, Senin, 13 November 2017.
Menurut Arrmanatha, ada 295 WNI yang tinggal di Iran dan 700 WNI yang tinggal di Irak. Dari total WNI yang ada di kedua negara tersebut, tidak ada satu pun WNI yang tercatat tinggal di daerah terjadinya gempa.
Badan Meteorologi Irak menyebutkan magnitudo gempa tersebut 6,5. Pusat gempa terjadi di Penjwin, Provinsi Sulamaniah, perbatasan utama Irak-Iran, daerah Kurdistan. Sedangkan berdasarkan keterangan dari US Geological Survey (USGS) atau Badan Survei Geologis Amerika Serikat, magnitudo gempa terukur 7,3.
Lokasi gempa berjarak 30 kilometer dari Haljaba, Irak. Dilansir dari stasiun televisi pemerintah Iran, IRIIN, Kepala Bulan Sabit Merah Iran Morteza Salim mengatakan gempa tersebut telah merusak sedikitnya delapan desa. Kerusakan itu membuat aliran listrik padam dan mengganggu sistem komunikasi.
Kepala Dinas Darurat Iran Pir Hossein Koolivand mengatakan kepada IRIIN, korban terbesar berasal dari Kota Sarpol-e Zahap, yang berjarak sekitar 15 kilometer dari perbatasan. Dikabarkan gempa juga terasa hingga Turki, Kuwait, dan Israel.
Sedangkan di Irak, kerusakan paling parah terjadi di Kota Darbandikhan. Menteri Dalam Negeri telah memerintahkan petugas pertahanan dan pemadam kebakaran tetap siaga setelah gempa terjadi.
Korban gempa di Kabupaten Garut, Jawa Barat, belum mendapatkan bantuan, baik bantuan sosial pangan ataupun yang lainnya. Pemerintah daerah beralasan masih melakukan pendataan. Bantuan akan diberikan setelah verifikasi dan validasi data.