Bambang Widjojanto: Hukum Kacau Saat Kebohongan Publik Jadi Dasar

Reporter

Andita Rahma

Sabtu, 11 November 2017 05:52 WIB

Wakil Ketua KPK nonaktif, Bambang Widjojanto didampingi para pengacaranya berjalan keluar Gedung KPK, Jakarta, 24 Februari 2015. Bambang Widjojanto akan menjalani pemeriksaan oleh penyidik Mabes Polri. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto geram dengan terbitnya surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Ketua KPK Agus Rahardjo dan pemimpin KPK lainnya, Saut Situmorang.

Surat tersebut ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal, Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak. Pada SPDP ditulis bahwa penyidik telah menemukan dugaan tindak pidana.

Baca juga: Jokowi Minta Jangan Ada Kegaduhan antara KPK dan Polri

Mabes Polri menerbitkan SPDP, setelah Sandy Koerniawan melaporkan Agus Rahardjo dan Saut Situmorang atas dugaan pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang. Sandy adalah kolega Fredrich Yunadi, pengacara Ketua DPR Setya Novanto.

Fredrich Yunadi, mengatakan pelaporan ke kepolisian itu dilakukan atas tuduhan bahwa KPK telah melawan putusan pengadilan praperadilan. Menurutnya, putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sangat jelas, memerintahkan KPK menghentikan penyidikan terhadap Setya.

Advertising
Advertising

“Sekarang, kalau KPK tetapkan lagi, KPK melawan putusan pengadilan. Ya, kena pidana," kata Fredrich pada Jumat, 10 November 2017. Fredrich menuduh ada sejumlah surat palsu pimpinan KPK. Antara lain surat ke Ditjen Imigrasi guna pencekalan Setya Novanto, surat perintah penyidikan, surat perintah dimulainya penyidikan, dan berbagai macam surat lainnya.

“Mana surat aslinya? Kalau dia bisa membuktikan ada surat palsu,” ujar Bambang Widjojanto saat seminar ‘Jangan Lemah Melawan Korupsi’ di Kemang, Jakarta Selatan pada Jumat 10 November 2017.

Menurut Bambang, ketika Fredrich menyatakan surat tersebut palsu maka sebenarnya ia tahu ada aslinya.

“Ketika orang menyatakan itu palsu, tidak ada aslinya berarti dia sedang melakukan kebohongan publik,” kata Bambang. Ia melanjutkan, saat kebohongan publik dijadikan dasar untuk mentersangkakan seseorang, hukum di Indonesia bisa dikatakan kacau.

"Ketika kebohongan publik dijadikan dasar untuk mentersangkakan orang, kacau lah hukum di negeri ini," ucap dia.

Bambang mengatakan KPK yang kini tengah mengusut kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP mendapat serangan. Ia melihat KPK diserang dari tiga posisi.

"Lembaganya sendiri, kebijakan antikorupsi, dan orang-orang KPK-nya dihabisi," kata Bambang yang pernah dijadikan tersangka oleh Mabes Polri ketika menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.

Bambang berpesan agar masyarakat tetap terus mendukung KPK dalam memberantas korupsi.

"Saat publik tidak ada di dalam, KPK akan tidak ada apa-apanya," ujar Bambang.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan tidak mengetahui keputusan Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri itu.

“Saya sebagai Kapolri tidak tahu adanya SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) tersebut,” ujar Tito melalui pesan pendek kepada Tempo, Rabu, 8 November 2017.

Dia mengatakan akan memanggil Kepala Bareskrim, Komisaris Jenderal Ari Dono, untuk meminta penjelasan ihwal kasus yang dilaporkan kuasa hukum Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto, Sandy Kurniawan, pada 9 Oktober lalu tersebut.

Perihal status Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Tito Karnavian menyebutkan keduanya masih menjadi terlapor.

“Di SPDP tersebut, Saut Situmorang dan Agus Rahardjo disebut sebagai terlapor, bukan tersangka,” kata Tito.

Berita terkait

Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

1 jam lalu

Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

Bos Polus Tech mengakui kesulitan untuk mengawasi penggunaan alat sadap oleh pembeli.

Baca Selengkapnya

TPNPB-OPM Tanggapi Rencana TNI-Polri Kerahkan Pasukan Tambahan di Intan Jaya

2 jam lalu

TPNPB-OPM Tanggapi Rencana TNI-Polri Kerahkan Pasukan Tambahan di Intan Jaya

Menurut Sebby Sambom, penambahan pasukan itu tak memengaruhi sikap TPNPB-OPM.

Baca Selengkapnya

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

14 jam lalu

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

Sejumlah perusahaan asal Israel diduga menjual teknologi pengintaian atau spyware ke Indonesia. Terungkap dalam investigasi gabungan Tempo dkk

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

19 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

21 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

1 hari lalu

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

Berikut ini syarat penerimaan SIPSS, Taruna Akpol, Bintara, dan Tamtama Polri 2024 serta tata cara pendaftarannya yang perlu diketahui.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

1 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya