TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan dalam penyelenggaraan pilkada 2018, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah dapat bersinergi dengan media massa. Tujuannya menekan berita palsu atau hoax serta isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Sehingga tidak dimanfaatkan untuk hoax oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Tjahjo dalam pesan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, 14 Oktober 2017.
Menangkal berita bohong dengan media massa merupakan bagian dari upaya Kementerian Dalam Negeri memetakan wilayah yang aktif menggunakan media sosial. "Ini dukungan pemerintah memetakan potensi konflik serta identifikasi kerawanan pra dan pasca-pilkada yang dioptimalkan."
Pemetaan penggunaan media sosial ini, kata Tjahjo, bakal melibatkan ahli teknologi informatika untuk memblokir media yang diketahui menyebarkan kebohongan. Tjahjo meminta pemerintah daerah mengalokasikan dukungan dana yang proporsional untuk melaksanakan sosialisasi pemilihan kepala daerah.
Pemetaan potensi konflik pilkada 2018 tidak hanya dilakukan Kementerian Dalam Negeri. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta jajaran kepolisian memetakan potensi kerawanan konflik menjelang pilkada. Dia menyebut pemetaan kerawanan konflik ini sebagai bentuk kesiapan menjaga stabilitas politik.
Tjahjo juga menyarankan penyelenggara pemilu dan pemerintah daerah merangkul tokoh masyarakat serta menjaga netralitas aparatur sipil negara menjelang pilkada 2018. Menurut dia, pemerintah harus memberi sanksi yang nyata dan riil terhadap pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN). "Ini sebagai shock therapy bagi ASN lain," ujarnya.