TEMPO.CO,
Badung - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menggelar hajatan akbar bertemakan 'Aksi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Terorisme' di Bali Nusa Dua Convention Center pada 25-26 September 2017. Menteri Ristekdikti, Muhammad Nasir, mengklaim acara ini merupakan kegiatan konsolidasi perguruan tinggi melawan
radikalisme terbesar yang pernah diadakan di Indonesia.
Nasir menuturkan peserta yang hadir lebih dari 3 ribu rektor atau perwakilan perguruan tinggi negeri dan swasta dari seluruh Indonesia. Puncaknya adalah para petinggi universitas ini akan merumuskan sebuah pernyataan melawan radikalisme. "Besok pagi akan disampaikan di hadapan presiden deklarasinya," katanya dalam konferensi pers di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Senin, 25 September 2017.
Baca juga: Kapolri Tito Karnavian: Radikalisme Tumbuh dari Taklim Tertentu
Nasir menjelaskan kegiatan ini penting untuk membangkitkan kembali rasa kebangsaan yang dimiliki masyarakat. Dia dan para direktur jenderal telah membahas hal ini dengan Presiden Joko Widodo sebelumnya. "Perlunya merawat kebangsaan di mana situasi negara sedang banyak problem," ucapnya.
Ia berharap hasil dari kegiatan ini diimplementasikan oleh masyarakat di kehidupan sehari-hari. Sehingga masyarakat akan semakin sadar pentingnya kehidupan yang berlandaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.
Acara semacam ini dinilai penting. Nasir menuturkan dalam sebuah survei di 2011 ada 25 persen siswa dan 21 persen guru yang beranggapan Pancasila sudah tidak relevan. Selain itu 84,8 persen siswa dan 72,6 persen guru setuji negara Indonesia berubah menjadi negara Islam.
"Ini melanggar komitmen para pendiri negara, untuk mengacu pada Pancasila dan UUD. Ini harus dikembalikan," ujarnya.
Para rektor ini nantinya diharapkan mampu merumuskan apa yang harus diajarkan pada generasi muda Indonesia. Hasil dari kegiatan ini, kata Nasir, akan disampaikan ke pihaknya." Nanti kami akan keluarkan kebijakan," ucapnya.
AHMAD FAIZ