TEMPO.CO, Jakarta - Ganjar Laksmana, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, berbeda pendapat dengan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso tentang ide menjadikan buaya, ikan piranha, dan arkaima sebagai sipir untuk penjara khusus terpidana narkoba.
Menurut dia, kebijakan itu hanya sensasi. "Sejalan dengan singkatan namanya, Buwas," kata Ganjar di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, Selasa, 17 November 2015.
Ganjar mengatakan usul Buwas tak perlu ditindaklanjuti. Namun, jika Kementerian Hukum dan HAM sependapat, ia persilakan pemerintah mengkajinya. Menurut dia, banyak hasil riset dan langkah-langkah yang bisa menjadi prioritas pemerintah, seperti mengidentifikasi permasalahan di lembaga pemasyarakatan. "Jadi itu saja dulu dimaksimalkan," ujarnya. Cara lain adalah dengan mengurangi sipir yang nakal dan juga mengaktifkan fungsi pengawasan yang ketat dengan kamera CCTV.
Ganjar juga menjelaskan, sipir tak bisa digantikan dengan hewan buas. "Kalau hewannya diracun, mati, selesai urusan. Enggak ada lagi pengawas," tuturnya.
Tentang alasan bahwa buaya dipilih karena tidak bisa disuap, menurut Ganjar, itu juga mengada-ada. "Jangankan sipir, para petinggi pun bisa disuap. Apa kita perlu ganti petinggi-petinggi kita dengan hewan-hewan buas? Ganti pimpinan eksekutif, legislatif, yudikatif, supaya enggak bisa disuap. Kita ganti dengan hewan, kan kalau begitu lucu."
Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso berencana membuat penjara khusus bagi bandar narkoba di tempat terpencil. Menurut Buwas, LP itu akan dijaga oleh buaya, ikan piranha, dan ikan arkaima dari Amazon. Buwas telah mengunjungi penangkaran Taman Buaya Asam Kumbang di Medan, Sumatera Utara, 11 November lalu. Buwas mengklaim sudah berkomunikasi dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
REZKI ALVIONITASARI
Baca juga:
Teror Paris: Inilah 5 Kejadian Baru yang Menegangkan!
ISIS Kelompok Teroris Terkaya Sepanjang Sejarah