TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 20 kaum disabilitas dari berbagai daerah berkumpul di Yogyakarta guna mengikuti peringatan Suro lewat prosesi topo bisu mubeng (mengelilingi) beteng Keraton Yogyakarta, Selasa petang, 13 Oktober 2015.
Dengan keterbatasan seperti tuna netra, tuna daksa, folio, dan berkursi roda, para difabel itu tetap bersemangat melakukan aksi jalan diam tanpa bicara dengan rute tempuh sekeliling keraton yang diperkirakan panjangnya empat kilometer itu.
Mubeng beteng difabel ini dilakukan sekitar pukul 20.00 WIB dan berakhir 22.00 WIB.
"Cukup melelahkan, jalannya lama, tapi ini tradisi, jadi ikhlas," ujar Nurul Zaadah, seorang difabel yang memakai tongkat untuk membantunya berjalan saat ditemui Tempo usai prosesi mubeng beteng.
Nurul bukan difabel biasa. Ia anggota Komite Perlindungan Difabel Kota Yogya, yang juga pimpinan Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (Sabda).
Nurul menuturkan, makna permenungan topo bisu kali ini dari kaum difabel bukan sekedar refleksi ke individu. Tapi juga bentuk seruan pada keraton agar menghidupkan lagi sebuah unit Abdi Dalem Polowijan. Kelompok Polowijan, juga sering disebut abdi Punokawan, merupakan pinisepuh, kumpulan orang-orang berkebatasan fisik yang di masa lalu pernah menjadi bagian pelestari tradisi keraton.
"Tapi di masa Sultan Hamengku Buwono IX kelompok ini surut dan di masa HB X hilang," ujarnya.
Padahal, menurut Nurul, tradisi seharusnya bersifat universal. Apapun latar belakang manusianya, sepatutnya diberi ruang dan tempat untuk berkontribusi. Baik secara ide juga tindakan.
"Kalau kelompok Polowijan ini bisa hidup lagi dalam institusi keraton, itu menjadi simbol tersendiri adanya pengakuan kaum disabilitas, sebagai unsur yang dilibatkan nguri-uri budaya," ujar Nurul.
Koordinator kelompok difabel perayaan Suro, Sinung Janutomo, menuturkan mubeng beteng ini sebagai antusiasme ketika sebulan lalu, pihak keraton Yogya memberi tanda yang menggugah lewat pemberian gelar abdi dalem Polowijan.
"Kami bersuka cita untuk munculnya kembali pemberian gelar abdi dalem Polowijan itu," ujar Sinung.
Lantas para difabel dari kota-kota lain, seperti Bandung, Jawa Barat, beberapa kabupaten Jawa Tengah, serta DI Yogyakarta pun dikumpulkan untuk ikut peringatan Suro kali ini.
"Kami sengaja lebih cepat dari keraton agar tak merepotkan, juga peserta difabel bisa lebih leluasa berefleksi," ujar Sinung.
PRIBADI WICAKSONO