TEMPO.CO, Bandung - Bencana hidrometeorologis berupa cuaca ekstrem mendominasi jenis bencana di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, menurut Kepala Bidang Pemodelan Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Bandung Didi Satiadi, cuaca ekstrem seperti hujan lebat yang dapat menimbulkan banjir dan longsor sering menimbulkan bencana di Indonesia.
Cuaca atau iklim ekstrem merupakan istilah bagi kondisi cuaca atau iklim yang tidak biasa dan sangat jarang terjadi. Disebut ekstrem, menurut Didi, karena cuaca atau iklim tersebut memiliki intensitas yang sangat tinggi atau sangat rendah.
"Frekuensi kejadian cuaca atau iklim ekstrem sangat jarang atau kurang dari 5 persen terhadap seluruh kejadian cuaca atau iklim yang sebagian besar normal," kata Didi di LAPAN Bandung, Senin, 28 September 2015.
Contoh cuaca ekstrem di Indonesia, seperti hujan sangat lebat disertai petir dan angin kencang atau disebut badai guruh, hujan lebat yang menimbulkan banjir dan longsor, kering yang memicu kebakaran, dan puting beliung.
Sementara iklim ekstrem contohnya banjir berhari-hari bahkan berminggu-minggu di musim hujan, kekeringan parah di musim kemarau yang memicu kebakaran hutan dan lahan.
Mengapa cuaca ekstrem dapat terjadi? Pada dasarnya, Didi menjelaskan, cuaca di atmosfer merupakan suatu sistem kompleks yang digerakkan secara perlahan-lahan oleh energi matahari.
Perilaku cuaca di atmosfer memiliki batas kekritisan tertentu yang dapat diatur oleh sistem cuaca itu sendiri. Meski demikian, pada saat-saat tertentu, terjadi pengumpulan energi yang cukup besar sehingga sistem cuaca tersebut akan melepaskan energi itu di atmosfer berupa kejadian yang ekstrem.
Baik cuaca maupun iklim ekstrem dikategorikan sebagai bencana yang menimbulkan dampak kerugian sangat besar yang dapat mencapai miliaran, bahkan triliunan rupiah. Hal ini seperti dampak kerugian yang ditimbulkan pada kasus banjir di Jakarta pada 2014 dan 2015.
“Oleh karena itu, cuaca dan iklim ekstrem perlu untuk terus kita pelajari agar dapat diantisipasi dan dikelola dampaknya,” ujar Didi.
ANWAR SISWADI