TEMPO.CO, Jakarta - Korban kekerasan yang menyasar anak-anak bawah umur cukup tinggi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Sebanyak 48 kasus kekerasan dengan sasaran anak bawah umur terjadi selama Januari-Juni 2015.
”Kasusnya cukup tinggi,” ujar Penasihat Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban Nunuk Fauziah dalam rilisnya pada Selasa, 23 Juni 2015.
Dengan jumlah 48 kasus, Nunuk Fauziah melanjutkan, itu artinya selama satu bulan terjadi delapan kasus atau dua kasus per pekan di Kabupaten Tuban. Sedangkan, jenis kasusnya, mulai dari perkosaan/pencabulan, kekerasan, baik bersifat penganiayaan atau juga pengancaman yang membuat anak trauma dan takut.
Nunuk menyayangkan Pemerintah Kabupaten Tuban kurang tanggap atas kasus kekerasan terhadap anak. Padahal, dilihat angkanya selama enam bulan sudah mencapai 48 kasus. Angka ini cenderung naik jika dibandingkan kasus kekerasan anak selama Januari-Juni tahun 2014 yang jumlahnya masih di bawah 40 kasus.
Padahal, di Kabupaten Tuban, sudah ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perlindungan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak serta Perda Tentang Perlindungan Anak. “Perdanya masih belum optimal dilaksanakan,” tegasnya.
Baca Juga:
Ini patut disayangkan, karena, anak-anak adalah aset penting untuk masa depan bangsa. Sehingga memberikan perlindungan kepada generasi muda ini mutlak diperlukan.
Juru bicara Pemerintah Kabupaten Tuban, Teguh Setyo Budi, mengatakan, pihaknya punya kepedulian tinggi terhadap kasus-kasus kekerasan yang menimpa anak. Mulai dari masalah sosial, berupa pembinaan, santunan, dan juga pendampingan hukum, jika itu diperlukan. “Jelas kita punya kepedulian tinggi,” tegasnya pada Tempo, Selasa, 23 Juni 2015.
Kasus kekerasan terhadap anak baru saja menyasar ke seorang siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri Widang, Tuban, pada Senin, 15 Juni 2015. Korban, inisial VA, merupakan anak seorang pekerja bangunan dituduh mencuri sepeda motor dan diduga dianiaya oleh oknum anggota Kepolisian Sektor Widang. Akibatnya, korban berusia 13 tahun itu mengalami ketakutan dan trauma.
Atas kasus ini, sejumlah pihak memberikan kepedulian. Mulai dari LSM—Perempuan Ronggolawe, juga Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya, yang ikut melakukan pendampingan terhadap VA.
SUJATMIKO