TEMPO.CO, Aceh Timur - Posko pengungsi Rohingya dan Bangladesh di Desa Bayeun, Rantau Selamat, Aceh Timur, terletak persis di tepi jalan lintas Banda Aceh-Medan. Truk besar pengangkut sawit dan bus antar provinsi ramai melintasi jalan raya di depan area posko yang dulunya adalah pabrik kertas milik PT Lontar Papirus itu.
Lahan kosong seluas kira-kira 2 hektare itu hanya berbatas seng setinggi leher. Posisinya yang lebih rendah dari jalan raya semakin memudahkan mereka yang lewat untuk melongokkan kepala melihat ke dalam posko. Tiap sore, warga sekitar ramai-ramai mendatangi area posko untuk melihat dari balik seng.
"Penasaran saja," kata Romiatul, warga Desa Birim Bayeun yang datang melihat-lihat posko itu, Kamis, 28 Mei 2015.
Tak sedikit warga yang datang dengan sepeda motor lalu parkir di depan pagar seng. Beberapa bahkan berani masuk ke area posko dengan alasan ingin memberi bantuan.
Irwansyah, salah satu satpol pamong praja yang berjaga mengatakan dia mengizinkan warga yang datang memberi bantuan untuk masuk. "Masa mau kasih bantuan dilarang," ucap dia.
Walau begitu, Irwansyah memastikan warga yang masuk tak membawa anak kecil. Sebab, area itu belum dinyatakan steril dari penyakit menular. Selain itu, Irwansyah juga khawatir anak pengungsi tercampur-baur dengan anak warga.
Keramaian warga membawa berkah sendiri bagi para pengungsi Rohingya dan Bangladesh. Beberapa pedagang minuman, kacang rebus, dan jagung rebus turut mencari peruntungan di tengah keramaian itu. Tak hanya warga, para pengungsi pun turut membeli dagangan mereka dari balik seng.
Muhammad Salim, 23 tahun, pengungsi asal Rohingya akhirnya bis membelanjakan uang yang didapatnya dari seorang pejabat daerah yang datang ke posko. Salim langsung membeli satu plastik kacang rebus dan beberapa bonggol jagung rebus yang langsung dia bawa ke tenda.
Salim membagi-bagikan jajanan itu pada kawan-kawannya di tenda. "Enak, bosan dengan makanan pengungsian," ucap Salim
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA