TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mengatakan film Di Belakang Hotel memberikan kesadaran tentang bahaya kerusakan lingkungan akibat marak pembangunan hotel di Yogyakarta. “Saya sudah nonton film itu,” kata Sultan di gedung DPRD DIY, Selasa 31 Maret 2015.
Film berdurasi sekitar 40 menit produksi Watchdog, Warga Berdaya, dan relawan videografer Yogyakarta itu menyuguhkan gambaran dampak marak pembangunan hotel. Saat hotel dan pusat perbelanjaan menjamur di sela perkampungan, sumur-sumur penduduk sekitarnya kering. Warga pun harus berjuang keras untuk mendapatkan air. “Saya tak memperkirakan akan seperti itu (dampaknya),” kata Sultan.
Menurut Sultan, maraknya pembangunan hotel di sela perkampungan itu lantaran pemerintah kota dan kabupaten di DIY tak memiliki perencanaan tata ruang wilayah yang rinci. Akibatnya kendali atas rencana pembangunan tak maksimal. “Wewenang (pendirian hotel itu) ada di kota dan kabupaten," kata Sultan. “Tidak bisa gubernur.”
Namun, Sultan mengatakan, pemerintah harus selektif dan jeli menerbitkan izin pendirian bangunan, khususnya hotel. Sultan pun mendesak pemerintah kota dan kabupaten tak sembarangan menerbitkan perizinan.
Sultan mengatakan penerbitan izin pendirian hotel baru terlihat sebagai sekadar upaya menaikkan pendapatan asli daerah. Namun sayangnya, upaya itu tak diimbangi dengan perhatian menjaga lingkungan dan kondisi masyarakat sekitar lokasi.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DIY Istidjab Danunagoro mengatakan pemerintah telah menghentikan (moratorium) pemberian izin baru bagi pendirian hotel baru. Moratorium itu berlangsung selama dua tahun, sejak akhir 2014 sampai 2016. “Tapi sebelum izin ditutup, (pengusaha hotel) langsung buru-buru mengajukan izin,” kata Istidjab.
Saat ini, ada sekitar 70 hotel bintang dengan 8.500 kamar dan 1.100 hotel non bintang dengan 13 ribu kamar di seluruh DIY. Jumlah itu, ditambah dengah hotel baru yang terus bermunculan, menurut dia, sebenarnya sudah melebihi kebutuhan kamar. Sehingga, “Kami berharap moratorium itu diperpanjang setahun lagi, sampai 2017,” katanya.
Salah satu anggota tim produksi film Di Belakang Hotel Akhmad Nasir mengatakan gembira film itu bisa ditonton banyak orang, apalagi oleh pengambil kebijakan di Yogyakarta. “Saya mengapresiasi, di tengah kesibukannya, Sultan menonton film itu,” kata Akhmad.
ANANG ZAKARIA