TEMPO.CO, Malang---Pemerintah Kota Malang mengawasi bekas penghuni lokalisasi Dolly Surabaya. Sebab ada tiga orang bekas pekerja seks komersial (PSK) eks Dolly yang berasal dari Kota Malang. Para pekerja seks ini diawasi dan dibina agar tidak kembali ke dunia prostitusi. "Mereka didata, diawasi dan dibina," kata Kepala Dinas Sosial Kota Malang Djoko Yuwono, Selasa, 16 September 2014.
Pengawasan dilakukan setelah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya. Pekerja seks yang lama menjadi penghuni wisma di Gang Dolly itu dikembalikan ke kampung asal, diberi modal untuk usaha dan jaminan hidup. Tujuannya, agar mereka tidak kembali lagi mencari penghasilan dari pekerja seks. (Baca berita sebelumnya: Dana Kompensasi untuk PSK Dolly Sudah Disalurkan)
Namun sebagian para pekerja seks justru ditemukan menjajakan diri di sejumlah jalan utama di Kota Malang. Mereka bergerombol untuk menunggu para pelanggan. Sejumlah titik yang menjadi tempat mangkal antara lain Jalan Pajajaran, Trunojoyo, Panglima Sudirman, Gajah Mada dan Merdeka Selatan.
Satuan Polisi Pamong Praja gencar melakukan operasi. Sejumlah pekerja seks terjaring operasi selama enam bulan terakhir. Pekerja seks komersial itu dijerat dengan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2005 tentang Larangan Tempat Pelacuran dan Perbuatan Cabul. Ancaman hukuman selama tiga bulan atau denda maksimal Rp 10 juta.
"Operasi dilakukan gabungan bersama polisi," kata Kepala Satpol PP Kota Malang, Subkhan. Para PSK sempat ditahan di kantor Satpol PP sebelum menjalani sidang yustisi tindak pidana ringan. Sebagian PSK yang mangkal di jalan, katanya, berasal dari Dolly Surabaya. (Baca: (Baca berita lainnya: Setelah Tutup Dolly, Pemerintah Kota Surabaya Waspadai Kos)
Direktur Yayasan Paramitra, Asiah Sugianto menjelaskan setelah Dolly ditutup banyak pekerja seks komersial yang berpindah ke Malang. Karena beredar di jalanan, sulit untuk mencegah dan menanggulangi penyakit infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. Apalagi, banyak yang mangkal di jalan yang sulit untuk dipantau.
"Jika lokalisasi ditutup, sangat sulit mengawasi dan mencegah penularan HIV/AIDS," kata Asiah. Ia juga khawatir para pekerja seks tersebut menyebar di sejumlah hotel melati, tempat karaoke dan kafe. (Baca juga: Pasca-Lebaran, Razia di Gang Dolly Makin Gencar)
EKO WIDIANTO