TEMPO.CO, Kupang - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengatakan lembaganya menemukan adanya indikasi keberadaan mafia atau kartel sapi di Nusa Tenggara Timur. Komisi, kata dia, akan berupaya agar peternak tidak dirugikan oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab.
"Di NTT ada indikasi mafia sapi. Namun, kami belum tahu siapa pelakunya," kata Busyro ketika menggelar pertemuan tentang tata niaga daging sapi di Kupang, Rabu, 10 September 2014.
Busyro mengaku telah melihat sejumlah lokasi pembibitan dan rumah potong hewan (RPH) di NTT untuk mengetahui proses pengiriman sapi ke daerah lain. "Hal ini dilakukan untuk mencegah mafia dan kartel sapi yang diindikasikan di NTT bisa dicegah secara dini," ujarnya.
Menurut dia, indikasi keberadaan mafia sapi terungkap setelah mantan Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera Lutfi Hasan Ishaaq ditangkap dalam kasus impor sapi. Salah satu pertanyaan dalam kasus tersebut adalah mengapa sapi harus diimpor dari luar negeri. "Justru dengan impor berlebihan bisa dimanfaatkan untuk suap," kata Busyro.
Impor daging sapi dari luar negeri, kata dia, sangat merugikan peternak di Indonesia, termasuk NTT. Oleh karena itu, mafia dan kartel sapi di NTT harus dimonitor bersama.
Kepala Dinas Peternakan NTT Thobias Uly mengatakan populasi ternak sapi ongol dan sapi Bali di daerahnya mencapai 823 ribu ekor. Dari jumlah itu, setiap tahun NTT mengirimkan sapi hidup ke Jakarta dan Kalimantan untuk memenuhi kebutuhan daging sebanyak 60 ribu ekor. "Populasi sapi masih cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan daging nasional," katanya.
YOHANES SEO
Terpopuler:
Jokowi Tolak Mercy, Sudi: Mau Mobil Bekas?
RUU Pilkada, Jokowi Siap Terima Ahok Jadi Sekutu
Ketua PBNU: Pilkada Langsung Bukan Perintah UUD45
Jokowi Pilih Pakai Mobil Dinas Lawas
Murah, Mercy Jadi Mobil Dinas di Kabinet Jokowi