TEMPO.CO, Jakarta - Kecepatan dan akurasi menjadi isu penting di media online atau media siber. Tapi Redaktur Pelaksana portal berita Viva.co.id, Nezar Patria, mengingatkan agar tuntutan penyajian berita online yang secepatnya dan real time itu tidak dijadikan pembenaran atas pemuatan berita-berita yang tidak akurat dan kredibel.
“Sebab, kredibilitas adalah aset termahal media,“ kata Nezar dalam seminar bertema "Media Online: Pertumbuhan Pengakses, Bisnis, dan Problem Etika" yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, AJI Indonesia, dan Ford Foundation di Hotel Morrissey, Jakarta, Kamis, 7 Maret 2013.
Menurut Nezar, kini ada sejumlah persepsi keliru di kalangan pengelola dan jurnalis media online. Persepsi keliru itu, antara lain, jurnalisme online bukanlah jurnalisme yang serius, traffic sebagai pencapaian utama dipandu berita sensasional, dan kualitas dan kredibilitas berita online lebih rendah dari jurnalisme cetak. “Liputan mendalam tak mendapat tempat, apalagi peliputan investigatif,” kata anggota Majelis Etik AJI Jakarta ini.
Akibat persepsi keliru itu, berita-berita dalam media online di Indonesia, kata dia, terjebak pada berita yang dangkal dan citranya menjadi berita kelas dua. Hal ini terjadi karena media online berlomba-lomba mengejar traffic. Pada saat bersamaan, kata dia, pasar iklan di dunia online terbilang brutal karena menggunakan sistem iklan berdasarkan traffic. Penyakit lainnya, kata dia, banyak jurnalis online kurang memahami kode etik jurnalistik.
Padahal, kata dia, media-media online di Amerika dan Eropa tidak selalu bertarung dengan kecepatan kemudian mengorbankan akurasi. Dia mencontohkan Huffingtonpost.com. Media ini awalnya adalah blog, lalu dikelola menjadi media online dengan berita-berita yang akurasinya bagus. “Saat ini media ini banyak menjadi rujukan,” kata dia.
Nezar membandingkan kecepatan penyajian berita antara media online dan televisi atau radio. Siaran langsung televisi dan radio justru lebih cepat dibanding media online. Karena itu, kata dia, media online mestinya lebih berhati-hati dan tidak mengorbankan akurasi demi mengejar kecepatan. ”Media online masih ada jeda produksi. Ada waktu untuk mendapatkan gambaran masalah yang lebih komplet,” katanya. Karena itu, kata dia, jika ingin menjadi media online yang kredibel, redaksi harus disiplin menerapkan standar akurasi, transparansi, dan liputan yang fair.
Berbicara pada seminar yang sama, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo, menilai media siber memang memiliki sejumlah keunggulan, seperti kecepatan, interaktivitas, prinsip partisipatori dan emansipasi publik, dan ruang media sebagai ruang publik deliberatif. Tapi prinsip jurnalisme siber tidak berbeda dengan prinsip jurnalisme cetak atau elektronik. ”Jurnalisme siber masih merupakan jurnalisme yang mengedepankan verifikasi,” katanya. Artinya, kata dia, etika jurnalistik tetap menjadi pegangan bagi jurnalis media siber.
NURHASIM
Berita Terpopuler:
Bibit Waluyo Sindir Jokowi
Penghafal Al Quran Bisa Masuk Fakultas Kedokteran
'Bisnis Mari Bergaul' Jadi Pintu Pencucian Uang
Daud Kei Jenguk Hercules di Tahanan Polda
Prabowo Akui Diam-diam Sering Bertemu SBY