TEMPO.CO, Jakarta -- Kepala Pusat Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, saat ini para pemimpin BNPB mulai menyiapkan master plan penanggulangan bencana. Diharapkan, master plan berikut kebutuhan anggarannya siap diserahkan kepada Presiden dalam waktu sebulan. "Sesuai instruksi Presiden, maka BNPB segera menyiapkan beberapa hal. Para pimpinan BNPB langsung rapat dipimpin Pak Syamsul (Kepala BNPB)," kata Sutopo saat dihubungi, Senin 16 April 2012.
Menurut Sutopo, master plan yang dirumuskan bersama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ini akan menitikberatkan dua hal, yaitu pembangunan shelter untuk evakuasi dan penambahan atau perbaikan alat deteksi gempa. "Kami sedang menyiapkan shelter vertikal seperti masjid atau gereja yang bagian atasnya bisa digunakan untuk sekolah, evakuasi," ujarnya.
Salah satu alasan pembangunan shelter vertikal adalah kecepatan lari manusia jauh lebih rendah dibanding kecepatan datangnya tsunami. Padahal, berdasarkan pengalaman di Aceh, setiap ada peringatan bencana tsunami masyarakat langsung panik dan mengungsi ke tempat yang jauh dan justru terjebak macet. "Tipikal orang Indonesia, kalau mengungsi bawa hartanya, mobil, jadi ya justru macet. Karena itu, butuh shelter yang dekat tapi tahan gempa," kata Sutopo.
Syarat utama bangunan yang akan digunakan sebagai shelter vertikal ini harus tahan gempa. Rencananya, shelter akan dibangun di beberapa daerah rawan gempa. "Sesuai kebutuhan, diprioritaskan untuk Aceh dan Mentawai, karena jumlah tempat evakuasi di sana masih belum memadai," ujar Sutopo.
Sebelumnya, juru bicara kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan BNPB dan BMKG agar merumuskan master plan antisipasi bencana, khususnya gempa dan tsunami. Master plan tersebut mencakup penelaahan secara komprehensif alat-alat deteksi gempa yang dibutuhkan dan kebutuhan evakuasi atau pembangunan shelter. "Harus disiapkan cepat, dalam satu-dua bulan harus siap," katanya.
Adapun anggaran untuk melaksanakan master plan tersebut akan dirumuskan tahun depan. Anggaran akan disiapkan pemerintah pusat, tapi operasional dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Dengan demikian, pemerintah daerah bertanggung jawab penuh atas pemeliharaan dan pengoperasian semua alat yang terkait dengan deteksi gempa serta tsunami. Julian mencontohkan, jangan sampai ketersediaan alat pendeteksi gempa tidak diikuti dengan kemampuan mengoperasikan. “Jadi pemda harus mengetahui semua informasi mengenai alat tersebut," ucapnya.
Julian menambahkan, laporan dari Kepala BMKG menyebutkan sistem peringatan dini telah bekerja. "Sejauh yang mereka kelola, alat-alat sistem peringatan dini sesungguhnya bekerja. Ini yang diminta Presiden agar BMKG, BNPB, dan jajarannya aktif menjelaskan kepada publik, tidak berspekulasi," katanya.
l ARYANI KRISTANTI