TEMPO Interaktif, Ciamis - Sebanyak 220 dari 272 menara seluler Base Tranceiver System di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, diduga tidak memiliki izin, baik Izin Gangguan (HO) atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Berdasarkan data Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Ciamis, hanya 52 menara yang memiliki catatan lengkap semua perizinan, sedangkan sisanya hingga kini masih belum jelas.
“Kita kaget ketika diketahui hanya 52 tower yang berizin, sedangkan mayoritas lainnya belum jelas,”ujar Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ciamis, Oih Burhanudin, Senin (24/5).
Menurutnya, berdasarkan temuan di lapangan, hingga kini banyak menara yang sudah kadaluarsa dengan izin pendirian sekitar 1990 silam. Dengan banyaknya menara seluler yang tidak berizin tersebut, diprediksi kerugian Pemerintah Ciamis dari sektor pendapatan asli daerah melalui izin pendirin tower bisa menghilang hingga miliaran rupiah.
Untuk memperketat pendirian menara seluler di Kabupaten Ciamis, Dewan akan segera mengusulkan pembuatan peraturan daerah mengenai izin usaha menara, termasuk melakukan revisi terhadap peraturan yang ada. ”Jelas kita akan usulkan perda mengenai izin tower atau revisi yang ada, seperti di daerah lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Ciamis Agus Salim membenarkan bila hingga kini hanya 52 menara yang baru ditangani oleh lembaganya. Jumlah itu pun merupakan limpahan resmi dari Dinas Perhubungan yang sebelumnya menangani masalah perizinan menara.
Namun, Agus membantah bila sekitar 220 menara di wilayahnya tidak berizin, sedangkan dugaan izin menara yang sudah kadaluarsa tengah ditelusuri lembaganya. “Kaya-nya kalau dikatakan tak berizin, itu tidak mungkin,” ujarnya. “Kita sedang telusuri itu.”
Mengenai izin usaha tower yang direkomendasikan Dewan, Agus menegaskan bahwa lembaganya sejak dulu pernah mengutarakan mengenai izin usaha oleh pemerintah daerah, namun hal itu kemudian menghilang dengan alasan terbentur kewenangan pusat. ”Dulu sudah diutarakan, namun tidak tahu kenapa gak jadi,” ujarnya. “Katanya itu kewenangan pemerintah pusat.”
JAYADI SUPRIADIN