Menurut dia, ke-10 kasus yang dikembalikan itu akan lebih dilengkapi dan diperdalam lagi. Setelah itu, baru kembali diajukan ke Kejagung. Karena itu, saya berharap, pihak Kejagung mau bekerja sama dengan memberitahu kami data-data apa saja yang perlu dilengkapi, ujar dia.
Ia menolak anggapan bahwa pengembalian ke-10 kasus itu disebabkan ketidaktelitian dari pihak Dephutbun. Sedikitnya data yang kami miliki karena sebagian data di Dephutbun ternyata hilang dan tak tentu rimbanya, kilah dia.
Namun, ketika ditanya data-data seperti apa yang hilang, ia tidak bisa merinci. Saya tidak ingat, kilahnya lagi. Ia pun mengaku belum mengetahui seluk-beluk pengarsipan dan dokumentasi di Dephutbun. Saya harus mengakui bahwa saya ini orang baru sama sekali di departemen ini, ujar dia.
Meski demikian, Suripto optimistis, penelitian ulang itu akan dapat melengkapi data yang ada, serta dapat membrantas KKN di sektor kehutanan. Tapi itu semua juga tergantung pihak Kejagung, apakah kasus itu akan dibawa ke pengadilan atau tidak.
Untuk itu, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Perekonomian dengan kementrian ekonomi, Supripto yang mewakili Menteri Nurmahmudi telah mengusulkan agar kasus-kasus KKN yang spesifik ditangani jaksa atau hakim ad hoc. Mereka ini bisa direkrut dari LSM atau perguruan tinggi dan dikontrak 1-2 tahun sehingga kasus itu selesai, urai Suripto.
Menurut dia, Menko Perekonomian Rizal Ramli menanggapi usulan itu dengan serius. Rizal bahkan menyarankan agar Sekjen merumuskan usulan itu lebih mendalam agar bisa dikoordinasikan dengan pihak terkait. (Dara Meutia Uning)