“Sekarang saya melihat kurang dialog untuk rekonsiliasi. Untuk itu, saya harap ini dapat lebih dijalankan dengan intensif,” kata de Mello yang datang didampingi Menteri Luar Negeri Timor Loro Sae, Ramos Horta. Selain itu, de Mello juga meminta agar DPR dapat berkunjung ke Tim-Tim untuk melihat langsung apa yang terjadi dan yang sudah dilakukan di sana.
Sementara itu, Akbar mengatakan belum dapat menjalankan usulan itu. Ia justru berharap UNTAET dapat membantu para pengungsi di Atambua untuk kembali ke Tim-Tim. Ini dinilai penting karena Tim-Tim saat ini sedang mempersiapkan Pemilu. “Jadi, bagaimana caranya agar pengungsi itu dapat berpartisipasi dalam Pemilu. Ini termasuk juga bila mereka ingin membuat partai politik baru,” kata Akbar.
Sedangkan anggota Komisi I, Djoko Susilo, yang ikut mendampingi Akbar dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa pihak DPR juga mempertanyakan tentang angkatan bersenjata bentukan UNTAET di Tim-Tim. Mengenai hal itu, de Mello mengakui bahwa angkatan bersenjata yang dibentuknya itu dipimpin oleh Brigjen Taormata Ruak, yang merupakan salah satu anggota FALINTIL (Forcas Armadas Libertacao Independencia de Timor Leste). Bahkan, satu batalyon dari angkatan bersenjata itu terdiri dari orang-orang FALINTIL.
“Saya menyayangkan mengapa UNTAET mengangkat orang-orang anti Indonesia. Kenapa mereka nggak mengambil tokoh-tokoh yang netral?” ujar dia. Untuk itu, Djoko menilai UNTAET sengaja menciptakan permusuhan antara Indonesia dan orang-orang Tim-Tim. Selain juga berupaya menciptakan permusuhan antara orang-orang FALINTIL dan masyarakat pro integrasi. (Nurakhmayani)