TEMPO.CO, Jakarta - Kerja sama antara pemerintah dan perusahaan peranti lunak raksasa, Microsoft, diharapkan bisa membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. “Jangan hanya akan menguntungkan Amerika,” kata pakar teknologi informasi, Onno Widodo Purbo, ketika dihubungi Tempo, 26 Oktober 2015.
Semula, Presiden Joko Widodo bakal bertemu dengan CEO Microsoft, Satya Nadella, pada Rabu pagi waktu Amerika Serikat, di Computer History Museum, California. Namun dengan alasan masih belum beresnya penanganan bencana kabut asal di Tanah Air, Jokowi membatalkan kunjungan ke Lembah Silikon itu.
Pertemuan itu menyangkut kerja sama Indonesia dengan Microsoft di bidang teknologi pendidikan. Dalam agenda pertemuan, yang beredar luas di jejaring sosial itu, disebutkan pemerintah Indonesia akan mendapat lisensi produk Microsoft Office 365 untuk 3,5 juta anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan pelajar Indonesia.
Microsoft akan menyediakan software Microsoft Office 365 untuk 47 juta pelajar Indonesia dengan nilai investasi US$ 4,8 miliar serta memberikan pelatihan kepada guru mengenai penggunaan teknologi berbasis komputasi awan ini dengan nilai investasi US$ 1 juta.
Namun, Onno menilai kerja sama itu tidak akan menguntungkan Indonesia dan hanya akan mengulang kesalahan yang sama pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2006 lalu, pemerintah Indonesia melalui Menteri Komunikasi dan Informatika, Sofyan Djalil, menandatangani nota kesepahaman dengan Microsoft. Pemerintah membeli lisensi 117.480 Microsoft Office dan 35.496 Microsoft Windows dengan harga Rp 300 miliar.
Selanjutnya: MoU yang diteken...