MoU yang diteken ketika pemerintah sedang giat melaksanakan Program IGOS (Indonesian Go Open Sources) itu, menurut Onno, mematikan kreativitas pembuat peranti lunak nasional. Selain itu, peluang peranti lunak alternatif untuk digunakan di instansi pemerintah otomatis tertutup.
Onno menjelaskan, saat ini Indonesia membayar US$ 300 juta per tahun untuk seluruh penggunaan software Microsoft. Angka ini didapat dari biaya penggunaan satu perangkat komputer dengan peranti lunak Microsoft yang membutuhkan sekitar US$ 400. Artinya Indonesia tiap tahun bakal merogoh kocek lebih dalam lagi lantaran setiap sekolah menggunakan sistem itu. Padahal, ada sistem yang mirip dengan Microsoft dan dapat digunakan secara cuma-cuma.
Ketika dimintai konfirmasi, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tidak menjawab pesan pendek yang dikirim Tempo. Satu-satunya penjelasan singkat hanya datang dari Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail Cawidu.
Meski mengaku belum mengetahui kerja sama tersebut, Ismail menyatakan instansinya mendukung pengembangan program yang dapat mengembangkan aplikasi dalam negeri. “Program yang dapat mengembangkan aplikasi dalam negeri kami support,” ujar dia.
DEVY ERNIS |ARIYANI
Baca juga:
Wawancara Jokowi: Terungkap, Ini Pukulan Terberat Presiden
Ribut Risma Tersangka: 5 Hal Ini Mungkin Anda Belum Tahu