TEMPO.CO, Yogyakarta -Lapen dikenal sebagai minuman keras khas Yogyakarta sejak puluhan tahun silam. "Bahan utamanya ya cairan alkohol," kata Sakti Darmianto, mantan pedagang Lapen, Jumat, 17 Januari 2014.
Sakti sudah 14 tahun menjual lapen. Usianya kini sudah 54 tahun. Dia berhenti berjualan lapen sejak tiga tahun lalu. Sempat berpindah tempat jualan, terakhir warungnya berada di depan gedung SMP Maria Immaculata Marsudi Rini di Jalan Brigjen Katamso Yogyakarta. "Sekarang (tempat warung) jadi lokasi halte (Trans Jogja)," kata Sakti, yang kini petugas keamanan pertokoan di Gondomanan.
Warga Sayidan itu meracik lapen dari cairan alkohol murni. Dia biasa memilih cairan alkohol dengan kadar kemurnian sekitar 85 persen. Alkohol lantas dicampur air dengan takaran 1 (untuk alkohol) dan 4 atau 5 (untuk air). Campuran itu ditambah bahan perasa untuk kue semisal strawberry, melon, apel, atau rasa buah lainnya.
Rasa buatan itu membuat sensasi lapen seperti terbuat dari fermentasi buah-buahan. "Jadi bukan dari buah-buahan," dia mempertegas penjelasan tentang bahan utama lapen. Semula, lapen berasal dari fermentasi buah-buahan. Rupanya minuman keras ini tak sembarangan bisa dibuat.
Bahkan Sakti sendiri gagal ketika mencoba meracik lapen dari fermentasi sawo. Buah itu diolah sedemikian rupa dengan harapan menghasilkan saripatinya. "Berkali-kali nyoba, tapi gagal," kata dia.
Karena itu, Sakti tak yakin ada lapen yang benar-benar dibuat dari fermentasi buah-buahan. Apalagi fementasi buah rumit dan tak sebanding dengan biaya produksinya. Dia pun memilih menjual lapen dari oplosan alkohol dan air. Bahkan di sejumlah tempat di Yogyakarta, ada pedagang yang mencapurnya dengan susu. "Itu namanya super," dia menyebut lapen dan campuran susu.
ANANG ZAKARIA