Tertutup, Draf Revisi UU Terorisme Bakal Mengancam HAM

Reporter

Selasa, 30 Agustus 2016 05:16 WIB

Tim Evaluasi Penanganan Kasus Terorisme yang diwakili oleh Franz Magnis Suseno, Busyro Muqoddas, Hafid Abbas, Dahnil Anzar, Magdalena Sitorus, dan Siane Indriani dalam konferensi pers di PP Muhammadiyah, 15 Juli 2016. TEMPO/Fauzy Dzulfiqar Anas

TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadyah Bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas mengatakan tidak dibukanya draf naskah akademik Rancangan Undang Undang Terorisme bakal memunculkan pelanggaran hak asasi manusia di kemudian hari.

“Mulai pelanggaran kebebasan berserikat, berpendapat, dan berkumpul,” katanya pada Rapat Kerja Nasional Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadyah Ahad, 28 Agustus 2016 lalu.

Menurut Busyro, publik selama ini tidak mendapat akses untuk mempelajari pasal demi pasal draf revisi atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme itu,

Menurut Busyro, beleid terorisme yang saat sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, dikhawatirkan bakal dengan mudah mencap seseorang bertindak subversif bila ada perbincangan di masyarakat yang mengarah ke pemikiran radikal. “Naskah akademik RUU ini sampai sekarang tidak pernah dibuka ke publlik, ini bahaya," ujarnya.

Bagi Muhammadiyah, kata dia, hal subtansial dalam penanggulan terorisme adalah penanganan dari sumber konflik. Menurut dia pemahaman pada sikap radikal harus benar-benar bisa dimengerti para penegak hukum. "Radikalisme membahayakan jika itu berwujud dalam tindakan, namun berpikiran secara radikal dari aspek akademis itu justru diperlukan," ujarnya.

Muhammadyah pun meminta DPR dan pemerintah memberikan akses kepada masyarakat untuk memberikan masukan dan mempelajari naskah revisi RUU Terorisme itu sebelum disahkan oleh DPR.

Busyro berharap pada Kapolri saat ini, Jenderal Polisi Tito Karnavian, dapat membuka pintu dialog soal revisi UU terorisme ini. Tito, menurut Busyri dinilai memiliki pandangan modern soal terorisme. Begitu pula dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Suhardi Alius yang dianggap bisa membuka pintu dialog soal terorisme.

Wakil Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Ahmad Hanafi Rais mengatakan pembahasan RUU ini masih berkutat pada persoalan pelibatan militer. Karena itu, ia meminta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto membangun diskusi terlebih dulu antara TNI dan Polri agar satu suara. "RUU ini kan inisiatif pemerintah," katanya 19 Agustus lalu.

Menurut politikus Partai Amanat Nasional ini, Wiranto harus mencari kesepakatan antara TNI dan Polri soal pasal pelibatan militer tersebut. "Sehingga, di DPR tidak untuk mengadu dua institusi ini," ujarnya. Masih alotnya polemik pelibatan militer ini, menurut Hanafi membuat RUU Terorisme tidak mungkin bisa disahkan pada masa sidang ini.

PRIBADI WICAKSONO | AHMAD FAIZ



Berita terkait

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

21 jam lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Surati Jokowi Soal Pansel KPK, Muhammadiyah Sebut Istana Belum Respons

2 hari lalu

Surati Jokowi Soal Pansel KPK, Muhammadiyah Sebut Istana Belum Respons

PP Muhammadiyah belum mendapatkan balasan surat dari Jomowi soal usulan mereka mengenai pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.

Baca Selengkapnya

Greenpeace Kritik Rencana Bahlil Bagi-bagi Izin Tambang ke Ormas

2 hari lalu

Greenpeace Kritik Rencana Bahlil Bagi-bagi Izin Tambang ke Ormas

Greenpeace Indonesia mengkritik rencana Menteri Bahlil Lahadilia bagi-bagi izin tambang ke Ormas keagamaan.

Baca Selengkapnya

Bahlil akan Bagi Izin Tambang untuk Ormas, Bagaimana Sikap Muhammadiyah?

2 hari lalu

Bahlil akan Bagi Izin Tambang untuk Ormas, Bagaimana Sikap Muhammadiyah?

Menteri Bahlil berencana akan bagi-bagi izin usaha pertambangan (IUP) untuk Ormas. Bagaimana sikap Muhammadiyah?

Baca Selengkapnya

Sampah Menyebar di Beberapa Titik Jalan usai Libur Panjang, Begini Pengolahan Limbah di Yogyakarta

3 hari lalu

Sampah Menyebar di Beberapa Titik Jalan usai Libur Panjang, Begini Pengolahan Limbah di Yogyakarta

Sampah yang masuk ke TPS 3R Nitikan Yogyakarta akan diolah menjadi bahan bakar alternatif Refused Derived Fuel (RDF).

Baca Selengkapnya

4 Permintaan Muhammadiyah ke Jokowi soal Pembentukan Pansel KPK

3 hari lalu

4 Permintaan Muhammadiyah ke Jokowi soal Pembentukan Pansel KPK

PP Muhammadiyah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi mengenai pembentukan Pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Izin Usaha pertambangan untuk Ormas, Tanggapan Walhi hingga Rentan Kerusakan Lingkungan

4 hari lalu

Izin Usaha pertambangan untuk Ormas, Tanggapan Walhi hingga Rentan Kerusakan Lingkungan

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan pemberian izin usaha pertambangan untuk ormas keagamaan tidak akan menjadi masalah

Baca Selengkapnya

Tragedi SMK Lingga Kencana, Pemkot Yogyakarta Ungkap Syarat Ketat Study Tour

5 hari lalu

Tragedi SMK Lingga Kencana, Pemkot Yogyakarta Ungkap Syarat Ketat Study Tour

Salah satu syarat study tour adalah pemilihan bus atau kendaraan, usianya tak boleh lebih dari enam tahun dan harus lolos uji KIR.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Jokowi Berlakukan Kelas Standar BPJS Kesehatan, Muhammadiyah Tanggapi Bagi-bagi Izin Tambang Ala Bahlil

5 hari lalu

Terpopuler: Jokowi Berlakukan Kelas Standar BPJS Kesehatan, Muhammadiyah Tanggapi Bagi-bagi Izin Tambang Ala Bahlil

Terpopuler: Jokowi memberlakukan kelas standar untuk rawat inap pasien BPJS Kesehatan, Muhammadiyah tanggapi bagi-bagi izin tambang untuk Orman.

Baca Selengkapnya

Bahlil Berencana Bagi Izin Tambang untuk Ormas, Ini Tanggapan Muhammadiyah

5 hari lalu

Bahlil Berencana Bagi Izin Tambang untuk Ormas, Ini Tanggapan Muhammadiyah

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menanggapi rencana Menteri Bahlil Lahadalia membagikan izin usaha pertambangan (IUP) untuk Ormas.

Baca Selengkapnya