TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai anggaran pengadaan satelit keamanan Kementerian Pertahanan senilai $ 849.332.500, terlalu mahal.
"Mahal sekali," kata Manajer Advokasi Fitra, Apung Widadi, melalui pesan pendek kepada Tempo, Senin, 13 Juni 2016.
Proyek pengadaan satelit keamanan itu sudah mendapatkan anggaran Rp 1,3 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. Sebagai perbandingan, satelit BRIsat milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) seharga US$ 220 juta
Fitra, menurut Apung, belum melihat rincian dari APBNP 2016. Namun, anggaran satelit itu sepertinya akan dimasukkan karena Kementerian Pertahanan masih punya cadangan Rp 2,5 triliun. "Seharusnya ada kajiannya dulu," ujarnya. Kajian itu antara lain urgensi membeli satelit.
Dalam uraian rencana pengadaan satelit Kementerian Pertahanan, tertulis bahwa kebutuhan pembiayaan tahun anggaran 2015 adalah $ 5.002.500. Tahun anggaran 2016 sebanyak $ 275.473.875. Tahun anggaran 2017 senilai $ 296.869.625, dan tahun anggaran 2018 sebesar $ 197.377.375. Lalu pada tahun anggaran 2019, Kementerian Pertahanan membutuhkan dana $ 30.334.125. Dan terakhir di tahun anggaran 2020, butuh $ 44.275.000.
Dalam laporan itu, tertulis saat ini pengadaan satelit GSO belum memiliki anggaran. Oleh karena itu, Kementerian Pertahanan memohon diskresi presiden untuk penganggaran satelit. Tertulis juga bahwa Kementerian Pertahanan sedang menyiapkan proses penawaran satelit itu. Sebagai bagian dan persyaratan untuk mempertahankan slot 123 derajat.