Presiden Joko Widodo berbincang santai di halaman belakang Istana Merdeka, Jakarta, 27 April 2016. Jokowi berharap melalui kerja sama ini, akses perdagangan Indonesia ke Serbia terus diperluas dan Presiden Serbia pun telah mendukung iklim investasi Indonesia ke Serbia. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menanggapi serius kejahatan seksual terhadap anak-anak, seperti kasus pembunuhan Yuyun di Bengkulu. Ia meminta para menterinya segera menyiapkan hukuman luar biasa bagi pelaku kejahatan tersebut.
"Saya ingin kejahatan seksual ditetapkan menjadi kejahatan luar biasa, sehingga penanganannya pun harus luar biasa," kata Presiden Jokowi saat membuka sidang paripurna di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa, 10 Mei 2016.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan sejumlah menterinya untuk menyusun aturan penanganan masalah kejahatan seksual.
Para pembantu Presiden yang ditugasi menangani aturan itu adalah Menteri Koordinator Pembangunan Manusia, Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Jokowi mengatakan, salah satu bentuk hukuman luar biasa yang dipertimbangkan adalah kebiri. Hukuman kebiri adalah upaya menekan atau menghilangkan gairah seksual, baik melalui pembedahan ataupun suntik zat penekan hormon.
"Tolong soal itu segera dikoordinasikan, baik untuk Perpu ataupun undang-undang terkait dengan hukuman kebiri," ujar Presiden.
Secara terpisah, Menteri Sosial Khofifah menjelaskan, pemerintah condong mendorong agar hukuman kebiri masuk ke Undang-undang Perlindungan Anak melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang dibanding revisi.
Hal itu, Khofifah mengatakan, mengingat kasus pelecehan seksual di Indonesia yang sudah cukup genting. "Kalau lewat revisi undang-undang, berarti otomatis harus dibahas di DPR dahulu," ucap Khofifah.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan belum ada kepastian aturan hukuman kebiri akan disusun melalui perpu ataupun revisi undang-undang. Namun revisi UU Perlindungan Anak sudah masuk Prolegnas 2016. "Tapi belum jadi prioritas."