Warga berjaga di depan masjid Ahmadiyah yang disegel di Jalan Bukit Duri Tanjakan Batu, Tebet, Jakarta, 14 Agustus 2015. Aksi penjagaan tersebut untuk menghindari kembalinya aktivitas Jemaah Ahmadiyah yang melakukan solat Jumat di masjid yang telah disegel oleh pemerintah tersebut. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj tidak setuju dengan upaya pengusiran jemaah Ahmadiyah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bangka. "Kalau pengusiran, tidak boleh. Seharusnya kita mengajak mereka kembali ke jalan yang benar," kata Said setelah menemui Presiden Joko Widodo di kompleks Istana, Jumat, 5 Februari 2016.
Menurut dia, PBNU jelas menilai ajaran Ahmadiyah keluar dari prinsip Islam. Tapi Said menilai cara-cara kekerasan tidak bisa digunakan untuk menangani jemaah Ahmadiyah. "Apa pun kekerasannya, saya tidak setuju jika mengatasnamakan Islam atau apa," ucapnya.
Said juga menyalahkan kepala daerah Bangka yang mengusir jemaah Ahmadiyah. Menurut dia, langkah itu sama saja dengan mengusir seseorang dari tanahnya sendiri. "Tanahnya sendiri, rumahnya sendiri diusir, bagaimana sih? Ya tidak boleh," ujarnya.
Pemkab Bangka mengultimatum Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) cabang Bangka untuk segera pindah. Bupati Bangka Tarmizi H. Saat memberikan tenggat atau deadline hingga 5 Februari 2016. Bupati Tarmizi mengaku bertanggung jawab atas kebijakan itu.
Dia menolak disebut melanggar hak asasi manusia dengan tenggat yang dikeluarkan. Ia justru menilai Ahmadiyah yang melanggar HAM karena keberadaannya yang minoritas menjadi tirani bagi warga mayoritas serta dianggap mengganggu masyarakat setempat.