Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro (kiri) saat meninjau lokasi lumpur lapindo di titik 21 di Porong, Sidoarjo, 14 Juli 2015. Dalam kunjungan tersebut Menteri Keuangan menyerahkan berkas kontrak perjanjian dana talangan ganti rugi antara pemerintah dengan PT Minarak Lapindo Jaya kepada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Sidoarjo - Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tengah mendata warga korban lumpur Lapindo yang belum sama sekali menerima ganti rugi. BPLS mencatat setidaknya ada sekitar 20 berkas yang tidak masuk dalam 3.331 berkas yang ditalangi pemerintah.
Kepala Pokja Perlindungan Sosial BPLS Priyambodo mengatakan pendataan dilakukan setelah pihaknya banyak mendapat pengaduan dari warga. "Kita data mulai hari ini," katanya saat dihubungi Tempo, Senin, 19 Oktober 2015.
Menurut Priyambodo, pendataan dilakukan dengan cara memanggil satu per satu warga ke kantor BPLS di Surabaya, Jawa Timur. "Kita memanggil yang belum sama sekali dibayar dan minta kejelasan berkas yang mereka punya."
Dari pengaduan yang masuk di BPLS, ada sekitar 22-25 warga yang mengadu belum dibayar sepeser pun. "Sekitar 22-25 berkas. Semuanya tidak masuk dalam dana talangan sebesar Rp 767 miliar yang sudah dianggarkan pemerintah," kata Priyambodo.
Setelah didata, menurut Priyambodo, berkas-berkas tersebut akan dikirim ke pemerintah pusat untuk dicarikan solusi. "Apakah berkas itu nantinya dibayar pemerintah atau Lapindo (PT Minarak lapindo Jaya), kita tidak tahu. Itu urusan pemerintah pusat."
Disinggung penyebab mengapa masih ada warga yang belum terdata, Priyambodo mengatakan warga telat mengirim berkas saat PT Minarak Lapindo Jaya memberi batas waktu penyerahan berkas pada awal-awal semburan sembilan tahun silam.
Pemerintah memberi dana talangan ganti rugi korban lumpur kepada PT Minarak lapindo Jaya sebesar Rp 767 miliar. Dana dari APBN 2015 itu hanya diperuntukkan untuk membayar 3.331 berkas korban lumpur, yang masuk dalam peta area terdampak.
Sementara itu, berkas warga korban lumpur yang masuk dalam peta area terdampak, yang belum dibayar ada sebanyak 128 berkas. Dari jumlah itu, 80 di antaranya terhambat karena sengketa status tanah antara warga dan PT Minarak Lapindo Jaya. Sisinya belum nominatif dan menunggu pengiriman berkas ke kantor perbendaharaan negara di Jakarta.