Keraton Minta Klarifikasi Penggugat PKL Rp 1,12 Miliar

Reporter

Editor

Zed abidien

Senin, 14 September 2015 17:14 WIB

Salah satu rombongan prajurit (bergada) Kraton Yogyakarta melintas di depan Pintu Gerbang Pagelaran Kraton pada lomba baris-berbaris antar prajurit Kraton Yogyakarta, 12 Agustus 2015. Dari 10 kelompok prajurit dipilih tiga kelompok terbaik sebagai pemenangnya. TEMPO/Pius Erlangga

TEMPO.CO, Yogyakarta - Panitikismo yang membawahi pengurusan aset dan tanah Keraton Yogyakarta akan meminta klarifikasi Eka Aryawan yang menggugat lima orang pedagang kaki lima di Pengadilan Negeri Yogyakarta senilai Rp 1,12 miliar. Lantaran ada janji yang dilanggar Eka saat menerima Serat Kekancingan yang menjadi bukti dia sebagai pemilik hak guna bangunan atas tanah keraton di Jalan Brigjen Katamso yang menjadi sengketa itu.

“Eka berjanji akan menyelesaikannya (dengan lima PKL) secara kekeluargaan, tapi malah menggugat,” kata kuasa hukum Keraton Yogyakarta, Achiel Suyanto yang menyandang nama abdi dalem Kanjeng Raden Tumenggung Nitinegaran saat ditemui di komplek Pracimosono, Keraton Yogyakarta, Senin, 14 September 2015.

Achiel membenarkan, bahwa Eka telah mengantongi Serat Kekancingan nomor 203/HT/KPK/2011 dari keraton yang diproses sejak 2010. Tanah keraton yang digunakan seluas 73 meter persegi atau 4,5 meter x 16.05 meter. Tanah itu tidak didirikan bangunan, tetapi untuk akses jalan ke luar-masuk ke rumahnya yang berada di belakang tanah keraton tersebut. Sedangkan lima orang PKL juga menggunakan sebagian lahan itu seluas 20 meter persegi untuk aktivitas perdagangan.

Penyelesaian kasus itu awalnya melalui pembuatan kesepakatan antara Eka sebagai pihak I dan para PKL sebagai pihak II di hadapan polisi. Beberapa poin kesepakatannya antara lain, PKL tidak boleh menggunakan lahan tersebut untuk berdagang, kecuali di luar lahan yang secara sah dikuasai Eka. PKL diberi waktu dua pecan untuk berkemas. Apabila ada yang melanggar, kedua sepakat menempuh jalur hukum. "Dalam kesepakatan itu tidak ada ganti rugi. Dan nilai gugatannya tidak lazim,” kata Achiel.

Sejak akhir 2013 lalu, Panitikismo Keraton menerapkan moratorium (penghentian sementara) penerbitan Serat Kekancingan. Lantaran hingga saat ini masih dilakukan inventarisir tanah keraton yang merupakan implementasi UU Nomer 13 Tahun 2015 tentang keistimewaan DIY.
"Keraton jadi lebih berhati-hati untuk mengeluarkan Kekancingan nantinya,” kata Achiel.

Apabila ada pihak lain yang telah menghuni tanah keraton, maka status pengguna lahan tersebut harus jelas. Apabila ada sengketa antara penghuni tanah keraton dengan pemohon Kekancingan, maka sengketa itu harus diselesaikan lebih dahulu sebelum Kekancingan diterbitkan.

PITO AGUSTIN RUDIANA








Advertising
Advertising




Berita terkait

Sumbu Filosofi Yogyakarta Diakui UNESCO, Makna Garis Imajiner Gunung Merapi ke Laut Selatan

10 hari lalu

Sumbu Filosofi Yogyakarta Diakui UNESCO, Makna Garis Imajiner Gunung Merapi ke Laut Selatan

UNESCO akui Sumbu Filosofi Yogyakarta, garis imajiner dari Gunung Merapi, Tugu, Keraton Yogyakarta, Panggung Krapyak, dan bermuara di Laut Selatan.

Baca Selengkapnya

Sultan HB X Beri Pesan Abdi Dalem Yogyakarta Amalkan Ajaran Leluhur Mataram, Apa Saja ?

12 hari lalu

Sultan HB X Beri Pesan Abdi Dalem Yogyakarta Amalkan Ajaran Leluhur Mataram, Apa Saja ?

Sultan Hamengku Buwono X memberi pesan khusus kepada abdi dalem Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman di acara Syawaan.

Baca Selengkapnya

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

15 hari lalu

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek menggelar syawalan, hadirkan Budaya Yogyakarta antara lain sendratari dan prajurit keraton Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

35 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

37 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

46 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

13 Maret 2024

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

12 Maret 2024

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

12 Maret 2024

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

27 Februari 2024

Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.

Baca Selengkapnya