Akademisi Ini Sodorkan Solusi Atasi Radikalisme

Reporter

Editor

Elik Susanto

Rabu, 9 September 2015 13:39 WIB

Sejumlah massa yang tergabung dalam Majelis Pembela Tanah Suci, membawa poster dan spanduk saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Republik Iran, Jakarta, 14 Apri 2015. Dalam aksi damai tersebut mereka mengecam dan mendesak Iran untuk menghentikan penyebaran revolusi radikalismenya ke seluruh negara-negara Islam. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - "Radikalisasi merupakan isu yang kompleks dan tidak mudah dicari solusinya," kata Greg Barton, profesor dari Universitas Deakin, Australia, dalam seminar di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa, 8 September 2015. Kesimpulan Greg didasari pengamatannya terhadap upaya Indonesia menghadapi terorisme selama ini.

Menurut dia, penanggulangan radikalisme dan terorisme oleh Detasemen Khusus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) belum sepenuhnya berhasil. "Densus 88 sudah bertindak taktis dan reaktif. Sementara itu, BNPT terus berjuang mengatasi radikalisme dan terorisme, baik secara preventif maupun tindakan. Dibutuhkan kepemimpinan kuat untuk penanggulangan radikalisme," kata Greg.

Dalam seminar bertajuk Explaining Religius Radicalism and Political Violence: Towards Nation-State Building in, Greg menyebut selain Indonesia banyak negara terus memikirkan solusi untuk mengatasi masalah ini. Faktor pendorong radikalisme, kata Greg, bisa dicegah melalui koordinasi intensif yang dikelola negara, termasuk mengatasi bagaimana paham radikalisme yang menyebar melalui media sosial.

"Jangan sampai karena media sosial orang jadi memiliki paham radikalisasi. Mereka bisa mengakses video di YouTube dan Facebook yang memang menarik perhatian," katanya. Ia mengatakan paham itu bisa dicegah dengan melibatkan keluarga dan lingkaran terdekat mereka. "Karena ideologi tidak akan mudah terderadikalisasi setelah mereka mendapat pengajaran agama yang kuat," kata Greg.

Pembicara lain dalam seminar itu, mantan Kepala BNPT Ansyad Mbaai, mengusulkan revisi UU tentang Terorisme. Ansyad menganggap UU Nomor 15 tahun 2003 itu terlembek di dunia untuk dipakai memberantas terorisme. "Sejak tahun lalu (2014) saya sudah mengusulkan (UU Terorisme) direvisi," kata Ansyad.

Usulan Ansyad direspons sosiolog Universitas Gadjah Mada Najib Azca. Menurut dia revisi undang-undang tentang terorisme seperti pedang bermata dua. Artinya aturan itu berpotensi membuat terjadinya pelanggaran HAM. “Menurut saya jangan tuntut perubahan konstitusi. Perbaiki dulu koordinasi antarlembaga terkait,” kata Najib.

Ia menganggap selama ini ada kegagalan pemerintah membangun koordinasi dalam menangani terorisme. Bentuk kegagalan itu antara lain dalam membagi informasi lintas institusi Badan Intelijen Negara (BIN), BNPT dan Densus 88, serta Badan Strategis Intelijen TNI yang belum maksimal.

Najib menyarankan pemerintah melibatkan masyarakat dan komunitas yang peduli isu ini. “Bahkan kalau perlu melakukan dialog dengan kelompok teroris itu sendiri meski tidak mudah,” katanya. Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan optimalisasi teknologi untuk mencegah terjadinya aksi radikalisme menggunakan kekerasan, yang dapat mengarah pada terorisme.

Peneliti soal terorisme Jacques Bertrand menjelaskan radikalisme di tiga negara Asia Tenggara, yakni Thailand, Myanmar, dan Indonesia berbeda. Terungkap bahwa agama dan posisi para tokoh agama turut mengambil bagian. Dia mencontohkan di Thailand dan Myanmar, radikalisme dipimpin oleh tokoh agama Buddha. "Yang jelas radikalisasi merupakan masalah yang terjadi di banyak negara," ujar profesor dari Universitas Toronto, Kanada, tersebut.

Jacques juga menemukan bahwa radikalisasi dan kekerasan politik tidak meliputi agama tertentu. Muslim di Indonesia, kata dia, berbeda sikapnya dengan tokoh agama di Myanmar dan Thailand ihwal paham ini. Dalam konteks demokrasi, ia menyerukan identitas keagamaan sebaiknya dilebur dalam identitas nasional.

Peleburan antara identitas negara dan agama itu perlu dinegosiasikan. "Meski demikian, peleburan identitas ini membuat agama maupun kepercayaan minoritas jadi lebih sedikit tergabung dan membuat mereka rentan," katanya. Seminar ini diikuti mahasiswa, dosen dan masyarakat umum.

ELIK S | INEZ CHRISTYASTUTI HAPSARI

Berita terkait

Pengadilan Prancis Vonis Hukuman Seumur Hidup untuk Pelaku Teror Paris 2015

30 Juni 2022

Pengadilan Prancis Vonis Hukuman Seumur Hidup untuk Pelaku Teror Paris 2015

Pengadilan Prancis menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Salah Abdeslam, satu-satunya pelaku teror Paris 2015 yang masih hidup

Baca Selengkapnya

Pengakuan Pelaku Bom Bunuh Diri Paris 2015: Saya Tidak Melukai Siapa pun

10 Februari 2022

Pengakuan Pelaku Bom Bunuh Diri Paris 2015: Saya Tidak Melukai Siapa pun

Salah Abdeslam mengatakan bahwa ia tidak meledakkan rompi bom bunuh dirinya dalam serangan teroris di Paris, November 2015 yang menewaskan 130 orang

Baca Selengkapnya

Prancis Mulai Adili 20 Terdakwa Serangan Teror di Bataclan

8 September 2021

Prancis Mulai Adili 20 Terdakwa Serangan Teror di Bataclan

Prancis pada Rabu mengadili 20 orang terdakwa yang diduga terlibat dalam serangkaian aksi teror di Bataclan, Paris, pada 13 November 2015.

Baca Selengkapnya

Teror Paris, Pria Ini Ledakkan Diri Saat Menabrak Mobil Polisi

20 Juni 2017

Teror Paris, Pria Ini Ledakkan Diri Saat Menabrak Mobil Polisi

Teror Paris kembali terjadi ketika pengemudi mobil sedan meledakkan diri saat berusaha menabrak iringan mobil polisi.

Baca Selengkapnya

Teror di Paris, Begini Kata Pelaku Serangan Katedral Notre-Dame

7 Juni 2017

Teror di Paris, Begini Kata Pelaku Serangan Katedral Notre-Dame

Pelaku penyerang perwira polisi di Katedral Notre-Dame, dalam teror di Paris, Selasa waktu setempat dalam aksinya sempat mengatakan: Ini untuk Suriah

Baca Selengkapnya

Teror di Paris, Pelaku Serang Polisi di Katedral Notre Dame

7 Juni 2017

Teror di Paris, Pelaku Serang Polisi di Katedral Notre Dame

Teror terjadi di Paris. Seorang pria menyerang polisi di depan Katedral Notre Dame, Paris.

Baca Selengkapnya

Pengacara Teroris Paris Mundur, Ini Alasannya  

12 Oktober 2016

Pengacara Teroris Paris Mundur, Ini Alasannya  

Pengacara sempat memprotes kamera pengawas di sel Abdeslam.

Baca Selengkapnya

Prancis Tangkap Dua Orang yang Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Pastor

1 Agustus 2016

Prancis Tangkap Dua Orang yang Diduga Terlibat dalam Pembunuhan Pastor

Polisi Prancis menangkap dua orang yang diduga terlibat dalam
pembunuhan terhadap seorang pastor di sebuah gereja di Normandia.

Baca Selengkapnya

Pelaku Kedua Pembunuh Pastor di Prancis Bisa Diidentifikasi  

28 Juli 2016

Pelaku Kedua Pembunuh Pastor di Prancis Bisa Diidentifikasi  

Jenazahnya lebih sulit diidentifikasi daripada Kermiche karena tubuhnya sudah rusak dalam penembakan.

Baca Selengkapnya

JK: Terorisme Meluas dari Negara Gagal ke Negara Stabil  

16 Juli 2016

JK: Terorisme Meluas dari Negara Gagal ke Negara Stabil  

Sesi Retreat KTT ASEM membahas isu-isu mengenai Brexit, migrasi, terorisme, serta isu-isu keamanan dan perdamaian di kawasan itu.

Baca Selengkapnya