Seorang warga yang menjadi korban digotong petugas Satpol PP saat terjadi kerusuhan di kawasan jalan Jatinegara Barat, Jakarta, 20 Agustus 2015. Penggusuran pemukiman Kampung Pulo oleh 2.200 personel gabungan tersebut berakhir ricuh. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya pelanggaran HAM dalam penggusuran permukiman di Kampung Pulo. Tindak kekerasan oleh aparat keamanan dianggap represif dan tidak manusiawi.
"Berdasarkan temuan awal, kami menemukan adanya pelanggaran HAM oleh aparat keamanan. Ada juga korban salah tangkap oleh Satpol PP. Kami masih melakukan investigasi, tapi ada indikasi pelanggaran HAM," kata Muhammad Nurkhoiron, Komisioner Komnas HAM, dalam jumpa pers pada Senin, 24 Agustus 2015.
Komnas HAM belum dapat memastikan pemicu bentrok di Kampung Pulo. Namun, berdasarkan aduan warga, pihak aparat yang pertama memulai kericuhan. "Warga mengatakan yang memulai awalnya aparat. Kami akan memanggil pihak terkait," ujar Nurkhoiron.
Azas Tigor Nainggolan, Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), mengkritik langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menggunakan aparat keamanan dalam penggusuran di Kampung Pulo. Tigor menilai langkah itu berlebihan. "Penggusuran paksa di Kampung Pulo menggunakan lebih dari 2.000 personel pasukan, padahal yang bertahan cuma 300 orang. Itu yang turun timsus dari Polda," tutur Azas.
Ia juga menilai penangkapan 27 orang yang diduga terlibat kerusuhan di Kampung Pulo dilakukan secara sewenang-wenang. "Ini proses penangkapan yang sewenang-wenang, warga yang ditangkap dipukuli," ucap Azas.
Penggusuran permukiman di Kampung Pulo berlangsung ricuh pada Kamis, 20 Agustus 2015. Sekitar 27 orang ditangkap dan 13 orang terluka pada peristiwa itu.
Sehari-hari Urus Warga, AM Bingung Malah Diusir dari Rusunawa Jatinegara Barat
5 Juli 2022
Sehari-hari Urus Warga, AM Bingung Malah Diusir dari Rusunawa Jatinegara Barat
Penghuni Rusunawa Jatinegara Barat, AM, 50 tahun, mengaku bingung diusir dari unit yang dia tempati bersama keluarganya oleh Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS). Mereka diusir karena putrinya AM, yaitu MS, 19 tahun, membuang bayi hasil hubungan gelapnya di pinggiran Kali Ciliwung dan telah diproses Polres Metro Jakarta Timur.