TEMPO Interaktif, Jakarta:Kejaksaan mengalami hambatan untuk mengeksekusi para terpidana mati. Hambatan ini karena UU Grasi dan KUHP tidak mengatur batas waktu terpidana dan keluarga untuk mengajukan grasi dan peninjauan kembali (PK).Oleh karenanya kejaksaan akan mengajukan fatwa ke MA.Juru bicara Kejaksaan Agung Masyhudi Ridwan menyatakan kendala mengeksekusi para terpidana mati karena terpidana berlarut-larut mengajukan PK. Selain itu juga keluarga juga bisa mengajukan grasi tanpa persetujuan terpidana. "Ketentuan grasi melalui UU Grasi 22 tahun 2002 tidak tegas mengatur batas waktu pengajuannya,"kata Masyhudi.Dengan ketentuan itu, Kejaksaan sulit melakukan eksekusi karena belum apa putusan hukum tetap yang final. Fatwa ini, diharapkan bisa diberikan dari MA meski tak mengikat. Fatwa ini sekarang masih dalam draf yang dibuat oleh Direktur Upaya Hukum dan Eksaminasi untuk dibicarakan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum dalam raker kejaksaan mendatang.Upaya ini dilatarbelakangi banyaknya terpidana mati yang belum dieksekusi. Terpidana ini baik dari tindak pidana umum seperti terorisme maupun pidana narkotika psikotropika. Seperti tindak pidana terorisme, 3 terpidana bom bali I yakni Ali Gufron, Imam Samudera dan Amrozi masih belum dieksekusi. Kejaksaan masih menunggu upaya hukum terakhir.Demikian pula dengan para terpidana mati karena narkotika dan psikotropika. Dijelaskan Masyhudi sejak Oktober 2004 hingga Oktober 2005 terdapat 36 terpidana mati. Tiga orang terpidana telah dieksekusi Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Mereka adalah Ayodya Prasad dari India. Saelow Prasert dan Namsong Sirilak dari Thailand. Sedangkan 36 orang lain masih belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Sebanyak tujuh terpidana masih banding,enam terpidana mengajukan kasasi, 7 orang mengajukan grasi dan 13 orang mengajukan PK.Dian Yuliastuti