Realisasi Pajak di Jawa Tengah Baru 37 Persen
Editor
LN Idayanie Yogya
Senin, 3 Agustus 2015 14:54 WIB
TEMPO.CO, Surakarta - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II menggenjot penerimaan pajak pada semester II tahun ini. Penerimaan pajak pada pertengahan tahun pertama cukup rendah. Perlambatan pertumbuhan pada sektor riil, yang merupakan dampak menguatnya nilai tukar dolar, dituding menjadi biang keladinya.
Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II Yoyok Setiotomo mengatakan tahun ini ditarget mampu mengumpulkan pendapatan pajak hingga Rp 10 triliun. "Meningkat cukup tinggi dibanding target tahun lalu yang hanya Rp 6 triliun," kata Yoyok saat ditemui di kantornya, Senin, 3 Agustus 2015.
Hingga akhir Juli lalu, DJP Jawa Tengah II baru mengumpulkan pajak perorangan dan badan sebesar 37 persen dari target. "Idealnya 50 persen," ujar Yoyok. Dia mengaku memiliki beberapa kendala.
Di antaranya, "Perlambatan di sektor riil menjadi salah satu kendala utama," katanya. Perlambatan perekonomian terjadi lantaran tingginya nilai tukar dolar dibanding rupiah yang membuat ekonomi lesu. Kondisi itu berdampak langsung pada penerimaan pajak, terutama pajak pertambahan nilai yang bisa terserap.
Selain itu, dia mengeluhkan lambannya pencairan anggaran pemerintah, baik pusat maupun daerah. Selama ini, lebih dari separuh penerimaan pajak berasal dari kegiatan dan proyek pemerintah. "Kami sangat berharap pencairan anggaran kegiatan pemerintah semakin baik di semester kedua," tuturnya.
Dia banyak berharap sektor pertanian bisa menopang penghasilan pajak pada paruh tahun terakhir ini. "Namun kami juga menghadapi kendala dampak El Nino," ucapnya. Musim kemarau yang diprediksi cukup panjang kemungkinan membuat produksi pertanian menurun, kecuali pertanian tembakau.
Selain itu, DJP terus melakukan penagihan terhadap wajib pajak bandel yang memiliki tunggakan pajak besar. "Kemarin kami terpaksa melakukan penyanderaan wajib pajak di Purwokerto," katanya. Cara itu untuk memberikan efek jera. "Kami menyediakan sel di LP Batu Nusakambangan."
Sel itu khusus bagi wajib pajak nakal yang memiliki tunggakan miliaran rupiah. "Sel yang kami sediakan bisa untuk 3-4 orang," ujarnya.
Seorang penyidik di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Sidik Nur Rahmad, mengatakan sedang menangani kasus faktur pajak fiktif di wilayah Kanwil DJP Jawa Tengah II, meliputi wilayah Jawa Tengah bagian selatan. "Ada 63 wajib pajak yang sedang dikonfirmasi. Mereka diduga menggunakan faktur fiktif," tuturnya.
Dari 63 wajib pajak tersebut, nilai pajak pertambahan nilai yang menggunakan faktur fiktif mencapai Rp 21 miliar. Kasus terbanyak di wilayah Surakarta. Ada 21 wajib pajak diperiksa dengan pajak pertambahan nilai hingga Rp 10,9 miliar.
AHMAD RAFIQ