Komisi II DPR Sayangkan Politik Dinasti Dibolehkan  

Reporter

Editor

Febriyan

Sabtu, 11 Juli 2015 13:31 WIB

Sejumlah Pegawai KPU saat mengikuti simulasi pemungutan dan penghitungan suara TPS dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) serentak, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, 7 April 2015. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Riza Patria menyatakan kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan keluarga calon kepala daerah inkumben maju dalam pemilihan kepala daerah. Menurut dia, aturan itu hanya akan memberi peluang kepada para inkumben untuk bisa mempertahankan legitimasi mereka.

"Aturan ini hanya akan menguntungkan keluarga petahana (inkumben), dan bukan orang lain," katanya dalam diskusi bertema "Petahana Petaka Demokrasi" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 Juli 2015.

Menurut politikus Partai Gerindra ini, dengan aturan itu, calon kepala daerah inkumben bisa saja menggunakan wewenangnya untuk memenangi pilkada kembali. "Caranya, dengan perintah yang terorganisasi lewat jabatan yang masih dimilikinya," katanya.

Ia meyakini masyarakat Indonesia masih menganut sistem feodal. Hal itu berbeda dengan masyarakat Amerika Serikat. "Di Amerika, sekalipun anak presiden, kalau dia tidak layak, tidak akan terpilih," katanya.

Kebanyakan masyarakat Indonesia, menurut dia, belum cerdas, sehingga banyak yang memilih hanya karena mengikuti arus. "Ditambah lagi, masyarakat Indonesia saat ini semakin pragmatis," katanya.

Aturan itu, kata dia, akan menyulitkan kandidat yang bukan inkumben untuk bisa menang dalam pilkada. "Bagaimana mungkin incumbent bisa dikalahkan bila yang sedang berkuasa ini bisa mengatur para pejabat bawahannya, bahkan sampai para kepala sekolah," katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi ihwal calon kepala daerah yang berstatus inkumben. Permohonan tersebut diajukan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan. MK mencabut Pasal 7-r Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah karena menilainya melanggar konstitusi dan hak politik personal.

Pada pasal 7-r beleid itu diatur bahwa warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota adalah yang memenuhi persyaratan tidak memiliki konflik kepentingan dengan inkumben, kecuali kepala daerah itu telah melewati jeda satu kali masa jabatan.

Sedangkan pada pasal 7 tertulis yang dimaksud dengan tidak memiliki konflik kepentingan adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas atau ke bawah atau ke samping dengan inkumben, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu.

MITRA TARIGAN

Berita terkait

Wacana Perpanjangan Usia Pensiun Polisi, Pengamat: Tidak Sesuai Harapan Masyarakat

13 jam lalu

Wacana Perpanjangan Usia Pensiun Polisi, Pengamat: Tidak Sesuai Harapan Masyarakat

Wacana perpanjangan usia pensiun polisi dinilai tidak sesuai dengan tujuan revisi undang-undang Kepolisian.

Baca Selengkapnya

Yusril Yakini Prabowo Tidak Mengulangi Kabinet 100 Menteri Era Soekarno

14 jam lalu

Yusril Yakini Prabowo Tidak Mengulangi Kabinet 100 Menteri Era Soekarno

Yusril meyakini Kabinet 100 Menteri di era Presiden Soekarno tak akan berulang dalam pemerintahan Prabowo-Gibran

Baca Selengkapnya

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

15 jam lalu

3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

Dalam waktu berdekatan tiga RUU DPR mendapat sorotan publik yaitu RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Revisi UU Polri Muat Usulan Polisi Dapat Perlindungan Jaminan Sosial

19 jam lalu

Revisi UU Polri Muat Usulan Polisi Dapat Perlindungan Jaminan Sosial

DPR akan merevisi UU Polri. Salah satu perubahannya adalah polisi bisa mendapatkan perlindungan jaminan sosial.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

22 jam lalu

Pansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons

Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.

Baca Selengkapnya

Dua Pasal di Revisi UU MK Ini Disorot Ketua MKMK: Ancam Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman

22 jam lalu

Dua Pasal di Revisi UU MK Ini Disorot Ketua MKMK: Ancam Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman

Ketua MKMK menyebut dua pasal di revisi UU MK ini mengancam kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Pasal mana saja itu?

Baca Selengkapnya

Hujan Kritik Revisi UU Keimigrasian

1 hari lalu

Hujan Kritik Revisi UU Keimigrasian

Revisi UU Keimigrasian yang diusulkan DPR dikhawatirkan menjadi celah pihak yang berperkara untuk melarikan diri.

Baca Selengkapnya

RUU MK Dibahas Diam-diam: Berikut Tanggapan Pedas Ketua MKMK, Mantan Ketua MK, hingga Mahfud MD

1 hari lalu

RUU MK Dibahas Diam-diam: Berikut Tanggapan Pedas Ketua MKMK, Mantan Ketua MK, hingga Mahfud MD

Pengesahan RUU MK di tahap I menimbulkan polemik. Sebab, selain dianggap dibahas diam-diam, bisa melemahkan independensi MK. Apa kata Ketua MKMK?

Baca Selengkapnya

DPR Bahas Perpanjangan Batas Usia Pensiun Anggota Polri, Berikut Kajiannya

1 hari lalu

DPR Bahas Perpanjangan Batas Usia Pensiun Anggota Polri, Berikut Kajiannya

Naskah akademik itu menilai batas usia pensiun 58 tahun berbanding terbalik dengan meningkatnya keahlian anggota Polri seiring penambahan usia.

Baca Selengkapnya

Kenaikan UKT Dinilai Tak Wajar, Komisi X DPR Dorong Pemerintah Revisi Permendikbud SBOPT

1 hari lalu

Kenaikan UKT Dinilai Tak Wajar, Komisi X DPR Dorong Pemerintah Revisi Permendikbud SBOPT

DPR akan meminta pemerintah merevisi Permendikbud yang jadi dasar penghitungan UKT.

Baca Selengkapnya