Warga Banyuwangi Minta Pemerintah Revisi UU Perkawinan
Editor
Zed abidien
Senin, 29 Juni 2015 07:03 WIB
TEMPO.CO, Banyuwangi - Jaringan Relawan Dukung Revisi Undang-undang Perkawinan menggelar aksi desakan agar pemerintah menaikkan batas usia perkawinan minimal 18 tahun untuk anak perempuan. Aksi tersebut digelar di ruang terbuka hijau Maron, Kecamatan Genteng, di Banyuwangi, Jawa Timur, Ahad 28 Juni 2015.
Jaringan Relawan itu terdiri dari sejumlah lembaga penggiat perlindungan hak anak. Seperti Kelompok Kerja Bina Sehat, Rumah Literasi Banyuwangi, Rahima, Gandrung Sebaya, dan sejumlah mahasiswa. Dalam aksi itu, mereka menggalang seribu tanda tangan warga yang melintas di depan ruang terbuka hijau.
Kordinator aksi, Tunggul Harwanto, mengatakan, Indonesia adalah negara kedua di ASEAN dengan jumlah perkawinan anak yang tinggi. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2012) sebanyak 11,13 persen anak di Indonesia menikah pada usia 10-15 tahun.
“Padahal pernikahan di bawah usia 16 tahun beresiko terjadinya kanker serviks, kelainan janin bahkan kematian ibu dan anak,” kata dia, Ahad 28 Juni 2015.
Namun di sisi lain, kata dia, negara ternyata belum melindungi hak anak. Sebab UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menetapkan batas minimal pernikahan di usia 16 tahun. Legalisasi negara terhadap perkawinan anak, justru didukung oleh Mahkamah Konstitusi yang menolak judicial review Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan.
Tingginya perkawinan anak di Indonesia akhirnya menyebabkan 4,5 juta bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kilogram. Ada 359 ibu mati dalam setiap 100.000 kelahiran, dan 32 bayi meninggal dalam setiap 1.000 kelahiran.
Menurut Tunggul, seribu tanda tangan dukungan dari warga yang berhasil didapat akan diserahkan ke pemerintah daerah. “Kami berharap pemda membuat kebijakan strategis untuk melindungi hak anak,” katanya.
IKA NINGTYAS