TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah, menurut Menteri Perekonomian Aburizal Bakrie, tidak akan melakukan revisi terhadap kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah ditetapkan sejak 1 Oktober lalu. Pendapat Ical, panggilan akrab Aburizal, menanggapi surat dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)Jimly Ashidiqie kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat tersebut dikirimkan kepada presiden Jumat pekan lalu. Dalam surat tersebut, Ketua MK mempertanyakan dasar penetapan harga BBM yang mengikuti mekanisme pasar berdasarkan Undang-Undang Nomor 22/2001 tentang Migas. Padahal, UU tersebut telah direvisi MK karena tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945.Menurut Aburizal, dalam menetapkan kebijakan kenaikan harga BBM tersebut, pemerintah tidak menyerahkannya pada mekanisme pasar. "Kata-kata yang ada dalam Perpres (Peraturan Presiden Nomor 55/2005 tentang kenaikan harga BBM), kita mengatakan pada ke-ekonomiannya, tidak pada pasar,"kata Aburizal, usai rapat kabinet terbatas di kantor presiden untuk membahas soal BBM, Senin (10/10). Kebijakan kenaikan harga BBM itu, menurut Ical, tidak melanggar undang-undang. Juga telah dibahas dalam rapat koordinasi pada Senin pagi yang dihadiri oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dan Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Sekretariat Kabinet, Lambock V. Nahattands. "Tidak ada satupun yang melanggar (UU)," ujarnya.Kebijakan kenaikan harga BBM tersebut juga diatur dalam sebuah Peraturan Presiden, dan bukan Undang-Undang. "Kalau undang-undang, itu urusannya MK," kata Ical. Dimas Adityo