Anggota BNN Ditangkap Saat Jalankan Aksi Pemerasan
Editor
Maria Rita Hasugian
Sabtu, 20 Juni 2015 14:44 WIB
TEMPO.CO, Malang -Seorang polisi aktif bernama Yudha Prawira Utama ditahan di Markas Kepolisian Resor Malang sebagai tersangka komplotan pemeras berkedok tim Badan Narkotika Nasional dan Brigade Mobil.
Yudha adalah seorang brigadir di Kepolisian Resor Malang Kota yang kini sebagai Analis Pemetaan Jaringan di Seksi Pemberantasan BNN Kota Batu sejak Januari tahun ini.
“Setelah kami telusuri kebenarannya sejak kemarin, benar YPU masih berstatus polisi aktif. Selanjutnya demi penyelidikan dan pengamanan, ia kami tahan bersama tersangka lainnya,” kata Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Aris Haryanto, Sabtu, 20 Juni 2015.
Aris menjelaskan, Yudha berperan sebagai penyuplai logistik operasi, seperti membuatkan kartu tanda anggota (KTA) BNN dan menyediakan alat komunikasi handy talky atau HT. Karena perannya, Yudha disangka melanggar Pasal 56 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penyertaan dalam tindak pidana. Ia disangka secara pasif membantu tindak kejahatan.
Namun, diduga komplotan Yudha beranggotakan sepuluh orang. Enam orang ditangkap, seorang tewas, dan tiga orang lagi sudah masuk daftar pencarian orang alias DPO. “Masih ada tiga pelaku lain yang sedang kami kejar, masing-masing berinisial AN, OF, dan JF. Ketiganya warga Kota Malang dan mereka membantu para tersangka. Tugasnya menjaga lokasi penyekapan korban,” ujar Aris.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Wahyu Hidayat menambahkan, komplotan Yudha yang disergap Unit Jatanras (Kejahatan dengan Kekerasan) Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Malang di sebuah vila Songgoriti, Kota Batu, Selasa malam, 16 Juni, berjumlah tujuh orang. Enam orang ditangkap hidup-hidup dan seorang lagi tewas ditembak.
Yudha ditangkap bersama Novembra Eko Yulianto alias Vhe, Dicky Putra Widianto alias Putung, Endro Setiono alias Edo, Candra Tri Widagdo alias Menyun, dan Evi Dian Nitami. Kelima tersangka pria warga Kota Malang dan Evi warga Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Kaki kanan Endro didor polisi karena berusaha kabur.
Sedangkan Irsyad Maulana, yang kabur dari Songgoriti, tewas di daerah Karangploso, Kabupaten Malang. Versi polisi, ia terpaksa ditembak lantaran berusaha melawan petugas saat akan ditangkap. Irsyad tewas dalam balutan seragam Brimob Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Endro Setiono beralamat di Jalan Gajayana Gang I-C, Kelurahan Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Saat beraksi, pria kelahiran 13 September 1985 ini mengaku berpangkat AKP (Ajun Komisaris Polisi) alias setara kapten. Ia yang berperan sebagai pengatur strategi, penggerebekan dan penyekapan. Barang bukti yang disita dari Endro berupa borgol, tongkat polisi, lakban, lencana BNN, dan uang palsu pecahan Rp 50 ribu.
Novembra dan Dicky bersaudara sepupu sama-sama beralamat di Jalan Elang, Kelurahan Tanjurejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Dicky diduga anak seorang perwira pertama yang bertugas di wilayah Kepolisian Sektor Sukun.
Saat beraksi, Novembra berlagak sebagai Inspektur Polisi Dua alias Ipda Bagus. Ia bersama Endro berperan sebagai pembuat strategi. Endro biasa melakukan penggerebekan bersama Dicky. Dari Endro disita barang bukti berupa lencana dan KTA BNN, senjata airsoft gun, dan satu unit HT.
Candra warga Kecamatan Sukun. Ia bertugas menjaga lokasi penyekapan. Nah, tiga kawan Candra yang bertugas sebagai penjaga lokasi penyekapan sedang diburu polisi.
Sedangkan Evi Dian Nitami sedang dalam proses cerai dari suaminya, Hariadi. Atas perintah Endro dan Novembra, dia memancing Hariadi untuk bertransaksi narkotika di sebuah penginapan di Kecamatan Kepanjen, Selasa, 9 Juni. Di ibu kota Kabupaten Malang inilah Hariadi disekap setelah aparat BNN gadungan itu tak berhasil mendapati barang bukti pada diri Hariadi.
Di tempat terpisah, Muhammad Saifuddin dijebak di depan Indomaret, Karangsuko, Kecamatan Pagelaran. Senasib dengan Hariadi, Saifuddin disekap setelah petugas BNN abal-abal itu gagal mendapatkan barang bukti. Kedua pria tersebut kemudian disekap di Songgoriti dan keluarganya diperas agar mau memberi tebusan Rp 100 juta per orang. Setelah dinegosiasikan, “uang damai” ini kemudian menciut jadi Rp 22 juta. Namun, para pelaku berhasil disergap sebelum uang tebusan mereka terima.
Komplotan tersebut sudah beraksi empat kali di wilayah Kabupaten Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Bondowoso. Penampilan mereka saat beraksi sangat meyakinkan korban lantaran mirip banget dengan aksi petugas BNN dan Brimob.
“Evi merasa dibohongi. Dia mau saja disuruh dua tersangka tujuannya agar si suami bisa bertobat dan mereka tak jadi cerai, tapi malah suaminya kena peras. Evi ini kenal mereka dari seorang teman dan mengira mereka petugas BNN asli karena penampilan mereka sangat meyakinkan,” kata Wahyu.
Seluruh barang bukti yang disita polisi terdiri dari lencana dan KTA BNN, dua pucuk senjata airsoft gun, enam butir peluru kaliber .38 spesial, dua HT, satu holster alias sarung pistol, satu borgol tangan, satu borgol jari, lima korek gas untuk isap sabu-sabu, enam peluru aktif kaliber 38, baju loreng Brimob, peluru gotri, peluru air softgun, dompet berisi Rp 500 ribu yang dicampur dengan uang palsu senilai Rp 50 ribu, serta tiga mobil dan tiga sepeda motor. Mobil dan sepeda motor difungsikan untuk mencegat dan menyekap korban yang disasar kawanan.
Berbeda dengan Yudha, kelima tersangka lain dijerat Pasal 333 ayat 1 (tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang) dan Pasal 368 (pemerasan dan pengancaman) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pelanggaran Pasal 333 bersanksi pidana penjara paling lama delapan tahun. Pelanggar Pasal 368 terancaman hukuman penjara maksimal sembilan tahun.
ABDI PURMONO