Calon mempelai wanita Selvi Ananda Putri (kiri) saat acara lamaran di Surakarta, 9 Juni 2015. Acara lamaran Gibran Rakabuming Raka kepada Selvi Ananda Putri yang juga disebut tembungan tersebut menggunakan pengantar bahasa Jawa. TEMPO/Bram Selo Agung
TEMPO.CO, Solo - Sebuah prosesi adat midodareni digelar di kediaman keluarga calon istri Gibran Rakabuming Raka, Selvi Ananda, Rabu malam, 10 Juni 2015. Prosesi tersebut juga dilengkapi dengan acara nebus kembar mayang.
Acara itu merupakan sebuah fragmen yang menceritakan perjuangan pemilik hajatan dalam mencari kembar mayang. Kembar mayang merupakan sebuah hiasan yang terbuat dari jalinan janur yang tertancap di batang pohon pisang. Di dalamnya juga terpasang buah-buahan, daun, dan bunga.
Dalam cerita tersebut, pemilik hajatan meminta pertolongan kepada tokoh Ki Saroyo Jati untuk dicarikan kembar mayang. Selanjutnya, tokoh tersebut mendapatkan barang yang dimaksudkan dari Ki Jati Wasesa.
Dalam adat resepsi perkawinan Jawa, kembar mayang mendapat tempat terhormat sebagai penghias di depan pelaminan. Setelah acara berakhir, hiasan tersebut dibuang di perempatan, sebagai simbol penyerahan diri kepada Sang Pencipta.
Menurut pemerhati budaya Jawa, Mufti Raharjo, prosesi tersebut sudah jarang dijumpai di perkotaan. "Namun masih banyak dijumpai di pedesaan," kata Mufti, Rabu malam, 10 Juni 2015.
Fragmen tersebut digelar semalam sebelum resepsi berlangsung, atau yang dikenal dengan malam midodareni. Acara midodareni digelar sebagai simbolisasi turunnya doa-doa dari para bidadari untuk pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.