Menang Praperadilan, Hadi Poernomo: Inilah Proses Hukum  

Reporter

Selasa, 26 Mei 2015 18:32 WIB

Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menjalani sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 18 Mei 2015. Tersangka kasus pajak Bank BCA itu mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadap dirinya dan juga penyitaan yang dilakukan oleh KPK. ANTARA/Hafidz Mubarak A

TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo menang praperadilan yang menggugat penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Hadi menyatakan putusan ini sebagai suatu proses hukum yang berlaku.

"Ini suatu proses hukum saat saya ditetapkan sebagai tersangka tanggal 21 April 2014 bahwa saya akan ikuti hukum yang berlaku. Inilah proses hukum yang berlaku," ujar Hadi seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 26 Mei 2015. Atas dasar inilah, kata dia, tidak ada yang menang dan kalah.

"Yang benar adalah proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan dan fakta, bukti yang sah secara hukum," kata dia.

Dia pun belum mau memikirkan bila KPK menempuh upaya hukum atas putusan tersebut. "Itu nanti. Kita sesuai prosedur perundang-undangan yang berlaku," ujar Hadi.

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Hadi atas penetapannya sebagai tersangka kasus rekomendasi keberatan pajak terhadap Bank BCA. Salah satu pertimbangan Haswandi adalah penyelidik dan penyidik KPK yang menangani perkara Hadi bukan berasal dari kepolisian. Karena itu, proses penyelidikan, penyidikan, penyitaan, serta upaya hukum lainnya oleh KPK terhadap Hadi tidak sah.

Pertimbangan lainnya, Haswandi menyatakan perkara Hadi merupakan pidana administrasi. Sehingga, perbuatan Hadi tidak termasuk tindak pidana korupsi.

Hadi Poernomo menggugat penetapannya sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan rekomendasi permohonan keberatan pajak BCA tahun 1999. Kasus ini bermula ketika BCA mengajukan permohonan keberatan pajak sekitar 2003. Atas keberatan pajak ini, Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) melakukan telaah yang hasilnya mengusulkan Direktur Jenderal Pajak untuk menolak permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Namun, Hadi Poernomo selaku Direktur Jenderal Pajak justru memutuskan sebaliknya.

Hadi memerintahkan Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan tersebut sehingga permohonan keberatan pajak BCA dikabulkan. Keputusan yang mengabulkan permohonan pajak tersebut diterbitkan Hadi sehari sebelum jatuh tempo bagi Ditjen Pajak untuk menyampaikan putusannya atas permohonan BCA tersebut. Sehingga, Direktur PPh tak punya waktu memberikan tanggapan atas putusan Hadi itu.

Hadi beralasan pengabulan permohonan dari BCA lantaran adanya koreksi fiskal pemeriksa pajak senilai Rp 5,5 triliun. Menurut Hadi, BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional sehingga koreksi Rp 5,5 triliun dibatalkan.

LINDA TRIANITA

Berita terkait

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

11 jam lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

11 jam lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

14 jam lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

14 jam lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

15 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

17 jam lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

21 jam lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

23 jam lalu

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

Penyidik KPK menggeledah kantor Sekretariat Jenderal DPR atas kasus dugaan korupsi oleh Sekjen DPR, Indra Iskandar. Ini profil dan kasusnya.

Baca Selengkapnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

1 hari lalu

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

Gugatan praperadilan Bupati Sidoarjo itu akan dilaksanakan di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

1 hari lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya