Kronologi Aktivis Save Our Soccer Dilaporkan versi Pengacara
Editor
Tri Suharman Makassar
Kamis, 7 Mei 2015 17:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta-- Apung Widadi, aktivis Save Our Soccer, yang kerap mengkritisi kebijakan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesai (PSSI) mendadak didatangi polisi di kantor Metro TV, Rabu malam lalu. Ia diberi surat panggilan setelah membuka laporan keuangan PT Liga Indonesia di acara Mata Najwa.
Surat panggilan bernomor 2490/V/2015 dari Kepolisian Daerah Metro Jaya itu meminta Apung bersaksi dalam dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong atau pencemaran nama baik dan fitnah melalui media eletronik. Dugaan ini menyertakan pasal berlapis yakni pasal14 nomor 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, pasal 310 dan 311 KUHP, serta pasal 45 ayat 1 dan pasal 27 ayat 3 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi eletronik.
Dalam panggilan kepolisian itu, Apung disebut membuat tulisan di grup Forum Diskusi Sporter Indonesia (FDSI) yang berada di Facebook pada 08 Februari tahun lalu. Tulisan bekas aktivis Indonesian Corruption Watch itu berisi tudingan bahwa La Nyalla Mattalitti yang disingkat LNM, yang saat ini terpilih sebagai ketua PSSI, menggunakan uang hak siar tim nasional di bawah usia 19 tahun untuk membiayai Persebaya Surabaya.
Ahmad Diky, pengacara Apung mengatakan laporan ke polisi diajukan oleh Aristo Pangaribuan, Direktur Hukum PSSI sekitar Februari 2014. Namun anehnya, kata dia, perkara yang dilaporkan Aristo adalah komentar kliennya dalam grup FDSI yang sifatnya tertutup. Artinya, kata dia, tulisan Apung hanya untuk bahan diskusi anggota forum sendiri yang isinya sporter bola.
"Tapi kok bisa bocor?" kata Diky yang dihubungi melalui teleponnya, sore ini. "Tulisan klien kami juga tak ada niat untuk mencemarkan nama baik. Ini hanya diskusi untuk kebaikan PSSI," dia menambahkan.
Menurut Diky, laporan Aristo diduga kuat berkaitan dengan sikap kritis Apung terhadap PSSI sebelumnya. Ia banyak mengungkap data-data tentang dugaan penyelewengan di tubuh induk sepak bola tersebut selama Januari. Pihak PSSI pun gerah dengan ulah kliennya.
Apung, kata Diky, kemudian mendapat panggilan polisi sekitar Juni 2014. Namun panggilan itu tak dipenuhi lantaran alamat surat panggilan tidak mencantumkan tempat tinggal kliennya, tetapi kantor lembaga studi advokasi masyarakat (Elsam) di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Panggilan kedua sebulan kemudian juga sama, tak dialamatkan ke kediaman Apung. Bahkan panggilan ketiga yang dilayangkan di Metro TV masih saja menggunakan alamat Elsam di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. "Panggilan jelas cacat hukum karena tak memenuhu unsur identitas terlapor," katanya.
Diky mengatakan rentang waktu antara panggilan kedua dengan terakhir hampir satu tahun. Sehingga dia menduga kasus sengaja dicuatkan lantaran Apung kembali mengkritisi PSSI beberapa bulan terakhir. Apalagi PSSI kini dalam ambang kehancuran setelah dibekukan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Ini jelas upaya untuk membungkam kebebasan berpendapat," katanya.
Diky menambahkan pengacara sedang merembukkan langkah hukum yang akan ditempuh ke depan. Apalagi panggilan ketiga ini bisa dilanjutkan dengan penjemputan paksa kliennya. Namun dia mengimbau kepolisian untuk memenuhi prosedur pemanggilan kliennya terlebih dahulu, "Kalau dipaksakan, ini bisa tak memenuhi prosedur pemanggilan," katanya.
TRI SUHARMAN