TEMPO Interaktif, Denpasar:Penyaluran dana kompensasi BBM dengan cara memberikan cash money dinilai Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sarwono Kusuma Atmadja, sebagai penghinaan terhadap rakyat miskin dan tidak effektif. "Bahkan, bisa menimbulkan ruang manipulasi baru. Itu seperti uang suap untuk mendukung kebijakan tertentu,"katanya di Sanur, Bali, Sabtu (10/9).Secara prosedural, penyalurannya akan membebani masyarakat miskin karena mereka harus membuktikan dirinya miskin. Belum lagi masalah Kartu Tanda Penduduk yang seringkali tidak dimiliki oleh kelompok ini. Ia khawatir, biaya pengurusan administrasi itu nilainya akan jauh lebih besar daripada dana yang disalurkan. "Bila terjadi, program penyaluran kompensasi itu tak lebih dari cara untuk menjadikan orang miskin dan kemiskinan sebagai komoditi politik,"ujar Sarwono.Menurut Sarwono, yang mesti dilakukan pemerintah adalah dengan membuat prioritas penyaluran dana ke bidang-bidang tertentu yang langsung bersentuhan dengan kemiskinan. Yakni, bidang kesehatan, pendidikan dan pembangunan pedesaan. Misalnya, dengan mempercepat proses pemberian asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin. Pemerintah pusat bisa membuat layanan dasarnya yang bisa ditambah oleh pemerintah daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.Pemerintah memutuskan akan mengucurkan dana sekitar Rp 100 ribu per bulan untuk tiap kepala keluarga miskin yang berjumlah sekitar 15,5 juta. Menteri Komunikasi dan Informasi, Sofyan Djalil, menyatakan, program ini segera digelar untuk 3 bulan hingga akhir tahun. Totalnya sekitar Rp 4,8 trilyun,.Rofiqi Hasan