TEMPO.CO, Jakarta - Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Ahmad Mustofa Bisri merasa heran kenapa gerakan Islam radikal seperti kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ada pengikutnya di Indonesia.
"ISIS payu (laku) di Indonesia itu keterlaluan," kata Mustofa Bisri, dalam pengajian di kampus III Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Senin malam, 30 Maret 2015.
Gus Mus juga heran munculnya orang-orang di televisi yang dengan gampang dilabeli ustad. Padahal, pemahaman agama mereka masih minim.
Gus Mus berujar banyak orang yang ingin meniru Nabi Muhammad secara salah kaprah. Ia mencontohkan adanya kelompok di Islam yang merasa sudah seperti Nabi Muhammad ketika hanya memakai jubah, surban, dan berjenggot. Padahal, wajah dan perilakunya selalu marah ke orang lain.
Bahkan, kata Gus Mus, mereka ini menyalahgunakan nama Allah untuk melakukan kerusakan. Meski berjubah ingin meniru Nabi Muhammad, mereka justru mengkafirkan orang yang sudah Islam. Bukan seperti perjuangan para Walisongo yang mengislamkan orang yang belum Islam, Gus Mus menegaskan.
Gus Mus mencemaskan banyak orang membuka mesin pencari di Internet seperti Google mengenai tanya-jawab tentang hukum tertentu, maka yang pertama sekali muncul keluar justru dari orang-orang yang tidak jelas. Kata dia, banyak sekali situs-situs berisi agama Islam yang tidak memahami agama secara mendalam. "Dia tidak dunung (paham), tapi dia menguasai IT (informasi dan teknologi)," kata Gus Mus.
Di hadapan para dosen dan mahasiswa Fakultas Syariah UIN Walisongo Semarang, Gus Mus meminta agar kalangan kampus ikut bergerak untuk menangani masalah tersebut. "Fakultas Syariah harus muncul di Internet. Biar yang lain hanya jadi bandingan saja," kata Gus Mus. Kampus harus memberi pemahaman kepada orang-orang yang tidak paham.