TEMPO Interaktif, Jakarta:Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto meminta semua pihak untuk melihat ke depan, dan tidak melihat ke belakang (masa lalu) atas terjadinya pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang pernah terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), baik itu yang dilakukan oleh aparat TNI maupun oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). "Sebab kalau melihat ke belakang, nanti berkutat dengan hal-hal di belakang yang tidak jelas bagaimana cara pembuktiannya dan sebagainya,"kata Sutarto yang ditemui usai mengikuti upacara peringatan kemerdekaan RI ke 60 tahun di Istana Merdeka, Rabu (17/8).Namun, untuk ke depan, setelah ditandatanganinya perjanjian damai antara pemerintah RI dan GAM menurut Sutarto, penegakan HAM harus ditegakkan. "Pada prinsipnya kami tidak ingin ada lagi pelanggaran hukum yang terjadi, jadi nanti siapapun itu yang melakukan pelanggaran HAM, wajib harus diadili,"ujarnya.Diadilinya pelanggar HAM, menurut Jenderal Sutarto, berlaku bagi setiap Warga Negara Indonesia. Jika anggota GAM dengan adanya perjanjian damai sudah kembali ke pangkuan RI dan kemudian diberi amnesti, maka mereka juga WNI. "Dan dia (mantan GAM) sama saja punya kewajiban untuk mentaati UU yang berlaku, termasuk menghormati HAM,"ujarnya.Bagi aparat TNI sendiri, menurut Sutarto, tidak perlu ada langkah antisipasi agar mereka tidak melakukan pelanggaran HAM ke depan nantinya. "Tidak perlu, karena prajurit kan seluruhnya sudah di brifing untuk tidak melakukan tindakan pelanggaran sejak awal,"katanya.Oleh sebab itu, ia berharap semua pihak mentaati semua yang telah disepakati dalam perjanjian damai. "Sehingga kemudian tidak ada lagi kelompok bersenjata yang mengganggu keamanan dan masyarakat Aceh, sehingga masyarakat Aceh hidup sejahtera dan damai,"ujarnya.Dimas Adityo