Puluhan pendukung Djan Faridz, ketua umum PPP versi munas Jakarta, berunjukrasa menuntut pengesahan kepengurusan PPP oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly di Jakarta, 16 Maret 2015. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai rencana Dewan Perwakilan Rakyat yang ingin menggulirkan penggunaan hak angket terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly tidak tepat. Menurut dia, hak angket baru bisa dilakukan terkait dengan kepentingan umum yang lebih besar.
"Angket itu kalau perkaranya menyangkut kepentingan umum yang besar," kata Kalla, di Istana Wapres, Jumat, 27 Maret 2015. "Tapi ini kan masalah surat saja. Tentu mustinya bukan bagian dari angket."
Namun Kalla mempersilakan Dewan untuk bertanya kepada Menteri Laoly terkait dengan penerbitan surat pengesahan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono. "Tapi tentu boleh saja dipertanyakan, silakan saja."
Sebelumnya, anggota Fraksi Partai koalisi nonpemerintah resmi menyerahkan 116 surat usulan hak angket kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Angket tersebut ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly karena dianggap mengintervensi internal Partai Golkar dengan mengesahkan kepengurusan kubu Agung Laksono berdasarkan pertimbangan dua hakim Mahkamah Partai.
Pakar hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menilai putusan MK yang akhirnya memenangkan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran telah menyisakan pekerjaan rumah cukup berat.