Plt Ketua KPK Taufiquerachman Ruki (tengah) dan Indrianto Seno Aji (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan seusai aksi damai ratusan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di halaman gedung KPK, Jakarta, 3 Maret 2015. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia menilai Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki harus mengundurkan diri, karena telah kehilangan legitimasi moral memimpin lembaga anti rasuah tersebut. Hal ini disampaikan sebagai tanggapan atas pernyataan kalah yang diutarakan Ruki saat melimpahkan kasus dugaan gratifikasi Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung.
"Selama ini KPK dilemahkan dari luar, sekarang justru Plt ketuanya sendiri yang melemahkan dari dalam," kata anggota GDRI dan Peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy, Arif Susanto, Rabu, 4 Maret 2015.
Menurut Arif, pernyataan dan keputusan Ruki sangat tak layak di tengah perjuangan masyarakat membela KPK. Pelimpahan kasus ke Kejaksaan menjadi tanda lumpuhnya KPK terhadap kekuatan politik dan kejahatan.
Anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Bahrain juga mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo memilih Ruki sebagai Plt. Ia meragukan, apakah Jokowi memang tak tahu rekam jejak Ruki atau memang sengaja sebagai bentuk kompromi polemik pencalonan Budi Gunawan sebagai calon Kepala Kepolisian RI.
"Plt itu harus bersih. Siapa yang merekomendasikan juga tak jelas. Tiba-tiba ada nama Ruki," kata Bahrain.
GDRI mencatat beberapa pernyataan dan sikap Ruki yang justru bertentangan dengan pemberantasan korupsi, seperti tak mau mengusut kasus besar, pembatasan penanganan kasus, hingga melimpahkan kasus Budi Gunawan. "Perjuangan pemberantasan korupsi berakhir memilukan," kata Bahrain.