Suap Akil, Wali Kota Palembang Dituntut 9 Tahun
Editor
Ahmad Nurhasim
Kamis, 12 Februari 2015 21:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Pulung Rinandoro menuntut Wali Kota Palembang (non-aktif) Romi Herton dengan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 400 juta. Istri Romi, Masyitoh, dituntut penjara 6 tahun dan denda Rp 300 juta. Jaksa menyatakan Romi Herton dan Masyitoh bersalah karena telah menyuap Akil Mochtar, kala menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi, untuk memenangkan sengketa pilkada.
"Berdasarkan keterangan dari saksi-saksi selama penyidikan, terdakwa Romi Herton dan Masyitoh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama seperti tercantum dalam dakwaan primer," kata Pulung saat membacakan tuntutan kedua terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 12 Februari 2015.
Pulung mengatakan dalam menentukan besaran tuntutan bagi Romi dan istrinya, sebanyak 31 saksi telah dihadirkan dalam persidangan. Saksi itu, antara lain, Akil Mochtar dan broker suap Muhtar Ependy yang berkedok pengusaha atribut kampanye.
Menurut Pulung, poin yang memberatkan tuntutan terhadap Romi adalah dia tidak mengakui perbuatannya. Jaksa juga menuntut agar hak politik Romi untuk memilih dan dipilih dicabut. Di sisi lain, hukuman Masyitoh diringankan karena mau mengakui perbuatannya telah menyuap Akil. Romi selama persidangan memang selalu berkilah bahwa istrinya yang berinisiatif memberikan uang suap.
Kasus ini bermula saat pasangan Romi dan Wakilnya, Harno Joyo, kalah dalam Pilkada Palembang yang digelar 2013 lalu. Mereka kalah dari pasangan Sarimuda dan Nelly dengan selisih delapan suara. Romi dan Harno kemudian mengajukan gugatan perselisihan hasil pilkada yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum ke MK. Kasus tersebut ditangani oleh Akil Mochtar.
Romi melalui Masyitoh kemudian meminta bantuan kaki tangan Akil, Muhtar Ependy, untuk membantu memenangkan perkara tersebut. Pulung mengatakan Romi dan Masyitoh melalui Muhtar Ependy telah memberikan duit sebesar Rp 11,3 miliar dan US$ 316.700 kepada Akil Mochtar pada 13 Mei 2013 di Bank Pembangunan Daerah Kalbar Cabang Jakarta.
Mahkamah Konstitusi pada 20 Mei 2013 Akil memenangkan gugatan Romi dan Harno Joyo. Pasangan ini ditetapkan memenangi pilkada Kota Palembang dengan selisih 23 suara dari pasangan Sarimuda dan Nelly.
Usai pemutusan perkara, Masyitoh kembali mentransfer uang Rp 2,7 miliar ke beberapa rekening milik Muhtar Ependy. "Masyitoh menyatakan uang yang ditransfer usai pemutusan perkara bukanlah suap melainkan pelunasan pembayaran atribut pemilu. Namun, alat bukti dan keterangan saksi menunjukkan sebaliknya," ucap Pulung.
Suami istri ini juga dituntut karena telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan terdakwa Akil Mochtar pada Maret 2014. Kala itu Romi dan Masyitoh menyatakan tidak mengenal Muhtar Ependy, tidak pernah memesan atribut pilkada, dan tidak pernah menyerahkan uang pada Muhtar Ependy. "Faktanya terkuak dalam persidangan Romi dan Masyitoh sendiri," kata jaksa.
Berdasarkan bukti-bukti tersebut, jaksa penuntut umum menyimpulkan duit yang diserahkan pasangan suami istri tersebut mempengaruhi putusan perkara sengketa pemilu di MK. Atas tuntutan jaksa, Romi menolak menanggapi sama sekali. "No comment, no comment," kata dia berkali-kali. Masyitoh juga menutup mulut sambil tersenyum tipis.
Pengacara Romi dan Masyitoh, Sirra Prayuna, menyatakan tuntutan jaksa terlalu tinggi. Suami istri tersebut, kata Sirra, hanya korbam dari perangkap Muhtar Ependy. "Selain itu juga tidak ada unsur kerugian negara dalam kasus ini," ucap Sirra.
Mengenai tuntutan dicabutnya hak politik Romi, Sirra menilai hal itu berlebihan. "Itu adalah hak asasi manusia, dijamin oleh deklarasi universal HAM," kata dia.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA