TEMPO.CO, Surabaya - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono mengusulkan perlunya penataan kembali hubungan untuk lembaga dengan fungsi yang sama. SBY menyebut lembaga yang harus ditata kembali itu antara lain Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial atau hubungan Kepolisian RI, Kejaksaan serta Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Demokrasi kita yang semi presidensial atau semi parlementer itu memang gaduh, tapi hal itu jangan membuat kita tergoda kembali pada politik otoritarian," kata SBY dalam kuliah umum di Universitas Airlangga Surabaya, Selasa, 10 Februari 2015. SBY memberi materi kuliah umum dengan judul: "Sistem Ketatanegaraan RI dan Relasinya dengan Politik Nasional".
Di hadapan 534 mahasiswa baru pascasarjana, profesi, dan spesialis di kampus itu, SBY menjelaskan kegaduhan politik bukan berarti politik yang dipilih itu salah. "Kalau kita melakukan amendemen UUD 1945 itu karena konstitusi itu bukan keramat, tapi harus adaptif terhadap perubahan. Kita jangan malu dan marah terhadap perubahan, asalkan perubahan itu dilakukan secara aspiratif, sesuai kebutuhan, dan proses perubahannya dengan cara yang benar," kata SBY menguraikan.
Cara mengatasi kegaduhan
<!--more-->
Lebih lanjut SBY menawarkan lima hal fundamental untuk mengatasi kegaduhan politik, sehingga bangsa Indonesia bisa melakukan penghematan energi politik dan energi sosial yang mendorong kemajuan dan kejayaan.
"Kelima hal fundamental itu memerlukan konsensus nasional. Fundamental pertama adalah sistem politik, yakni sistem politik yang kita anut sebenarnya sistem presidensial, tapi dalam prakteknya adalah semi presidensial dan semi parlementer, sehingga terjadi kegaduhan," kata SBY.
Menurut SBY bangsa Indonesia bisa saja kembali kepada sistem presidensial, tapi sistem presidensial dalam tatanan yang demokratis, bukan sistem otoritarian.
Fundamental kedua
<!--more-->