Heather Mack (kanan) dan kekasihnya, Tommy Schaefer (21 tahun), tiba di pengadilan Denpasar, Bali, 14 Januari 2015. Jika terbukti bersalah, keduanya terancam hukuman mati. AP/Firdia Lisnawati
TEMPO.CO, Jakarta- Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengecam eksekusi hukuman mati terhadap enam terpidana narkoba pada 18 Januari 2015. Direktur Eksekutif ELSAM Indriaswati D. Saptaningrum meminta pemerintah segera menangguhkan eksekusi mati untuk keenam terpidana kasus kejahatan narkoba tersebut.
"Tak-ada bukti ilmiah yang meyakinkan bahwa hukuman mati dapat mengurangi tingkat kejahatan," ujar Indriaswati melalui siaran pers, Jumat, 16 Januari 2015. Menurut dia, hukuman mati membuat tak dapat diperbaiki lagi kemungkinan terjadinya kekeliruan karena yang bersangkutan telah meninggal. (Baca:Keluarga Terpidana Mati Tiba di Nusakambangan)
Selain itu, penerapan hukuman mati tak pernah memicu turunnya angka kejahatan. "Efek jera yang selama ini menjadi jantung argumen penerapan hukuman mati tak pernah terbukti, baik di Indonesia maupun belahan dunia lainnya," kata Indriaswati.
Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W. Eddyono meminta pemerintah meminimalkan penggunaan ancaman hukuman mati dalam penanganan kasus-kasus kejahatan. Sehingga bisa menjadi titik permulaan untuk melakukan penghapusan terhadap keseluruhan ancaman pidana mati. (Baca:Keluarga Terpidana Mati Dibolehkan Berkunjung)
Menurut dia, pemerintah secara konsisten harus melakukan moratorium hukuman mati. Moratorium eksekusi pidana mati, kata Eddy, juga sekaligus akan menaikkan posisi Indonesia di dunia internasional.
Eddy mengatakan Indonesia juga menghadapi kenyataan setidaknya ada lima sampai tujuh tenaga kerjanya yang terancam dipidana mati di Arab Saudi, Malaysia, Emirat Arab, dan Hongkong. Dia menganggap kritik pemerintah terhadap pelaksanaan pidana mati bagi TKI di luar negeri tentu saja akan terlihat lebih nyaring apabila di dalam negeri Indonesia menunjukkan sikap adil terkait pengetatan pidana mati. (Baca:Rutan Boyolali Belum Terima Titipan Terpidana Mati)
Kejaksaan Agung memajukan eksekusi mati terpidana mati kasus narkoba, dari jadwal semula 22 Januari 2015 menjadi 18 Januari 2015. Eksekusi akan dilakukan di 2 tempat, yakni Nusamkambangan dan Boyolali, terhadap 6 orang (4 laki-laki dan 2 perempuan). Enam terpidana itu sebelumnya sempat mengajukan grasi tapi kemudian ditolak Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2014.
Mereka adalah Rani Andriani (Indonesia), Daniel Enemuo dan Namona Denis (Nigeria), Ang Kim Soei (Belanda), Tran Thi Bich Hanh (Vietnam), dan Marco Archer Cardoso Moreira (Brasil). Eksekusi mati pada Ahad nanti merupakan eksekusi mati gelombang pertama. Artinya, masih ada gelombang eksekusi berikutnya yang akan dilakukan pada tahun ini.
Dari data yang terhimpun, sejak 1987 ada setidaknya 189 terpidana yang telah dijatuhi pidana mati. Dari jumlah tersebut, sampai dengan Januari 2015, masih ada 164 terpidana mati yang menunggu eksekusi Jaksa Agung.