TEMPO.CO, Jakarta - Uskup Agung Jakarta Ignasius Suharyo mengkritik proses peradilan dan rehabilitasi di lembaga pemasyarakatan terhadap tahanan. Menurut dia, proses peradilan masih belum adil. "Sistem interogasi dalam peradilan di Indonesia sebetulnya masih belum maju," ujarnya di Gereja Katedral, Jakarta, Kamis, 25 Desember 2014. (Baca: Soal Hukuman Mati, Uskup Agung Kritik Jokowi)
Suharyo menjelaskan banyak orang tak bersalah terpaksa menjalani hukuman. Hal itu terjadi karena terdapat proses penyiksaan terhadap terduga pelaku kriminal saat dalam proses peradilan. "Kesalahan hukum bisa terjadi karena sistem peradilan di negeri ini yang buruk, sehingga karena kebodohannya seseorang bisa dimanfaatkan orang lain."
Sebelumnya, Suharyo juga mengkritik kebijakan pemerintah yang masih menjalankan hukuman mati. Berdasarkan data Kejaksaan Agung, ada 136 orang yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia. Dari total 136 terpidana mati, 64 orang terkait dengan kasus narkoba, 2 orang tersangkut kasus terorisme, sisanya berhubungan dengan kasus pembunuhan dan perampokan. (Baca: Alasan Uskup Agung Jakarta Tak Setuju Hukuman Mati)
Sedangkan untuk buruknya proses rehabilitasi tahanan di LP, kata Suharyo, bisa dilihat dari bekas terpidana narkoba yang setelah bebas kembali menjadi bandar narkoba. "Kok, bisa terpidana narkoba kembali ditahan karena menjadi bandar narkoba? Yang salah tentu yang punya LP (pemerintah)," ujarnya sambil terheran-heran.
Menurut Suharyo, jika semua tahanan narkoba direhabilitasi dengan baik, ketika keluar tak akan menjadi bandar narkoba lagi.
Apa warna hukum? Bisa merah, kuning, hijau, atau lainnya. Maksudnya, kinerja hakim dalam penegakan hukum bisa colorful. Publik di Indonesia saat ini tegang menunggu beleid dan vonis dari pemegang kekuasaan formal, yakni eksekutif dan yudikatif, dalam kasus calon Kepala Polri.
Mahkamah Agung memberhentikan dengan tidak hormat kepada Ardiansyah Ferniahgus Djafar, seorang hakim di Pengadilan Negeri Bitung, Sulawesi Utara. Ardiansyah dinilai terlibat kasus penipuan seleksi calon hakim tahun 2009.
Dua organisasi advokat, Perhimpunan Advokat Indonesia dan Kongres Advokat Indonesia yang berseteru, Kamis (24/6) siang ini harusnya meneken kesepakatan damai alias islah di Gedung Mahkamah Agung. Namun sebelum penandatanganan, justru kericuhan yang terjadi.