Ketum Partai Golkar versi Munas Jakarta Agung Laksono, memberikan keterangan kepada awak media, di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, 12 Desember 2014. Agung mengumumkan hasil resmi keputusan hasil rapat pleno menetapkan formatur pengurus untuk melengkapi dokumen syarat legalitas yang akan diserahkan kepada Kemenkumham pada Selasa depan. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar kubu Agung Laksono membuka pintu rekonsiliasi dengan kubu Aburizal Bakrie. Opsi itu akan mereka tempuh jika kubu Aburizal Bakrie menyepakati lima persyaratan.
"Kami terbuka untuk islah, tapi itu urusan nomor dua. Yang terpenting adalah penyelesaian terkait visi dan ideologi partai," kata Ketua Umum Partai Golkar versi Ancol, Agung Laksono, Rabu, 17 Desember 2014. (Baca: Kubu Agung Serahkan Daftar Pimpinan Fraksi Golkar)
Upaya islah tengah dijajaki kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie pasca-keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kedua kubu sama-sama menunjuk juru runding guna membicarakan konsep penyelesaian sengketa kepengurusan di antara mereka. (Baca: Ical Anggap Dirinya Tetap Ketua Umum Golkar)
Agung menjelaskan, pintu rekonsiliasi bisa ditempuh dengan lima syarat. Pertama, partai Golkar harus menegaskan diri sebagai partai pendukung pemerintah. Kedua, Golkar harus keluar dari Koalisi Merah Putih. Ketiga, Golkar harus menegaskan sikap mendukung pengesahan Peraturan Pengganti Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Kempat, Golkar harus mempertahankan sistem pemilihan presiden secara langsung. "Tak boleh ada keinginan mereduksi keinginan rakyat," ujar Agung.
Terakhir, kata Agung, Golkar harus mempertahankan format pemilihan umum dengan sistem proporsional terbuka. "Dalam hal pemilihan umum, kami memandang sistem proporsional terbuka masih lebih tepat. Kita perlu kembali ke aturan main," katanya. (Baca: Kubu Aburizal Pilih Bertempur di Pengadilan)
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Yorrys Raweyai menambahkan, kelima syarat itu merupakan produk Munas Ancol yang secara tegas berseberangan dengan rekomendasi Munas Bali. "Jadi, tidak mungkin ada rekonsiliasi kalau prinsip ini tidak bisa disepakati," ujarnya.