Abraham Samad (kiri) dan Bambang Widjojanto menjelaskan keterangan terkait penetapan mantan Ketua BPK Hadi Poernomo sebagai tersangka di Gedung KPK Jakarta (21/4). Diperkirakan Hadi Poernomo merugikan negara mencapai Rp375 miliar. ANTARA/Wahyu Putro A
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengungkapkan kekesalannya pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga itu dianggap melanggar undang-undang kerahasiaan data intelijen karena membeberkan data laporan rekening gendut kepala daerah yang dikirim ke KPK dan Kejaksaan Agung. (Baca: Diduga Berekening Gendut,Berapa Gaji Alex Noerdin?)
"Ketika PPATK mengirim Laporan Hasil Analisis (LHA) ke KPK atau ke lembaga lain, itu enggak boleh disebarluaskan ke publik karena masih penyidikan. PPATK enggak benar itu," katanya seusai mengisi acara "Demokrasi tanpa Korupsi" yang diselenggarakan Indonesian Corruption Watch di Monumen Nasional, Ahad, 14 Desember 2014. (Baca: Perusahaan Fiktif, Modus Kirim Dana Rekening Gendut)
Ia tak membantah kabar PPATK telah mengirimkan LHA ke KPK ihwal sejumlah nama kepala daerah dengan transaksi mencurigakan. Bambang mengatakan ada dua jenis LHA yang diterima KPK dari PPATK selama ini. Yaitu LHA yang diminta dan LHA yang dikirim. "Yang kami minta itu menjadi prioritas," katanya. (Baca: Harta Fauzi Bowo Naik Rp 13 Miliar dalam 2 Tahun)
Tidak hanya ke KPK, PPATK juga menyerahkan daftar kepala daerah yang memiliki transaksi mencurigakan itu ke Kejaksaan Agung. Beberapa nama yang dilaporkan memiliki rekening gendut adalah Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara; dan juga mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. (Baca: Inikah Transaksi Rekening Gendut Foke?)