Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, mendonorkan darahnya di PMI Cabang Kota Bandung, 30 September 2014. Ahmad Heryawan mengkampanyekan gerakan donor darah rutin setiap 3 bulan sekali. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto enggan berkomentar soal transaksi mencurigakan dalam kasus Bank BJB. Laporan transaksi itu dikabarkan sudah diserahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ke lembaga penegak hukum bersamaan dengan laporan transaksi keuangan sejumlah kepala daerah.
"Saya belum tahu. Harusnya data soal rekening itu tidak dibongkar dulu," katanya seusai mengisi acara "Demokrasi tanpa Korupsi" yang diselenggarakan Indonesian Corruption Watch di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Ahad, 14 Desember 2014.(Baca: Diduga Berekening Gendut,Berapa Gaji Alex Noerdin?)
Kasus dugaan korupsi di Bank Jabar Banten mencuat ketika bank yang sebagian besar sahamnya dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa Barat itu membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang rencananya dibangun di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menjabat sebagai komisaris bank tersebut. "Penyidik yang baik tentu tidak akan membongkar-bongkar rencana penyelidikan," ujar Bambang.
Bambang menyatakan masih mempelajari temuan PPATK ihwal sejumlah nama kepala daerah yang memiliki rekening gendut dan transaksi mencurigakan. Temuan itu, kata dia, tidak menjadi prioritas penyelidikan KPK karena merupakan Laporan Hasil Analisis kiriman dan bukan yang diminta langsung oleh KPK. "Kami masih pelajari lagi. Harus hati-hati sekali," katanya. (Baca: Perusahaan Fiktif, Modus Kirim Dana Rekening Gendut)
Pembelian menara T-Tower untuk kantor BJB itu disepakati dengan harga Rp 543,4 miliar. Rapat direksi kemudian setuju membayar uang muka 40 persen atau sekitar Rp 217,36 miliar pada 12 November 2012. Kemudian ditemukan sejumlah kejanggalan dalam transaksi tersebut. Misalnya, status tanah yang diduga milik perusahaan lain sehingga rawan sengketa, harga tanah yang jauh di atas harga pasar, hingga pembayaran uang muka yang menyalahi ketentuan. (Baca: Harta Fauzi Bowo Naik Rp 13 Miliar dalam 2 Tahun)
Tidak hanya ke KPK, PPATK juga menyerahkan daftar kepala daerah yang memiliki transaksi mencurigakan itu ke Kejaksaan Agung. Beberapa nama yang dilaporkan memiliki rekening gendut adalah Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara; dan juga mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Semua gubernur yang dituding memiliki aliran dana mencurigakan ini kompak membantah. (Baca: Inikah Transaksi Rekening Gendut Foke?)